Minggu, 05 Desember 2010

Karya Annisa Istiqamah 080110191038


11 Oktober 2010

Aku Tidak Bisa Mati

            Semalam mimpi itu kembali datang. Mimpi yang membuatku tidak bisa tidur lagi. Mimpi yang sama sejak lima hari yang lalu, yaitu mimpi saat aku terjatuh dari tempat yang tinggi. Tiap hari mimpi itu makin jelas dan makin membuatku takut.
            Aku Sookie. Aku anak yatim piatu yang diadopsi oleh seorang pengusaha muda dan kaya saat aku berumur 5 tahun. Saat aku berumur 12 tahun, Ayahku menikah dengan janda muda satu anak. Anaknya lebih tua satu tahun dari aku, namanya Jessica. Ibunya, Linda, sangat cantik tapi sayangnya dia bermuka dua. Saat bersama Ayahku, aku diperlakukan sangat baik didepannya. Tapi saat Ayahku tidak ada, dia kembali berbuat jahat padaku. Sayangnya, Ayahku -James- tidak mengetahui hal itu karena dia terlalu percaya pada Linda. Makanya, aku sangat tersiksa karena hal ini berlangsung sampai saat ini. Sampai aku berumur 17 tahun.
            Tadinya aku hanyalah anak biasa, sampai hal itu terjadi. Seperti biasanya, aku selalu menjadi sasaran pelampiasan amarah Ibuku. Aku dipukul dan didorong-dorong berkali-kali. Tidak ada yang salah saat itu, kecuali   “ Aaaarrrggghhhh… BUK!” Aku terjatuh dari lantai 2 dan pingsan. Linda yang kaget langsung berlari menuruni tangga dan melihat keadaanku. Lalu dia pun menelpon ambulan.
            Ketika aku sadar, aku sudah berada di Rumah Sakit dengan tubuh penuh perban. Ajaibnya, dokter bilang kalau kaki dan tanganku yang patah tersambung dengan sendirinya tanpa perlu dioperasi. Luka-luka ditubuhku pun sembuh tak berbekas. Dan karena aku sudah sangat sehat, aku pun diperbolehkan pulang.
            Ibuku, Linda, tentunya merasa hal ini sangat aneh, maka dia pun segera menanyaiku.
“Kau punya kekuatan apa anak aneh?”
“Aku tidak tahu.”
“Jangan bohong! 30 menit yang lalu kau jatuh dari lantai 2 dan sekarang kau sudah sembuh? Apa kau kira aku bodoh, sehingga kau bisa menipuku? Apa yang sebenarnya terjadi anak dungu?”
“A, aku benar-benar tidak tahu.”
“Baiklah kalau begitu, aku mau melihat apa yang akan terjadi jika kali ini kau ku lempar dari lantai 3.”
“JANGAN…!! Kumohon… Jangan lakukan itu..”
“Hmm… Ok. Kalau begitu, ikut aku ke dapur. SEKARANG!”
            Mereka pun pergi ke dapur dan dalam 5 menit mereka sudah ada disana. Kemudian Linda mengambil sebuah pisau daging.
“Buat apa pisau itu Mam”, tanya Jessica yang sejak tadi memperhatikan ibunya.
“Diam saja kau disitu. Jangan ikut campur!”
“Tapi Mam, apa yang akan Mama lakukan dengan pisau itu?”
“Diam kau Jessica! Ini urusan Mama! Nah, kesini kau Sookie.”
            Dengan terpaksa aku menurut dan dengan tubuh gemetar aku berjalan.
“Nah, aku ingin tahu apa yang akan terjadi jika tanganmu ku iris.”
“Jangan Ma, kumohon… AAKH!”
            Darah mengalir dari tanganku, seketika itu pun Jessica mengambil lap untuk membersihkan lukaku, tapi kami sangat terkejut karena lukaku tertutup seketika dan tak berbekas. Tidak senang akan hal itu, Linda menarik dan memotong jari kelingkingku.
“AAAAKKKKHHH…” Teriakku dan Jessica.
            Seketika itu pun air mataku mengalir. Tapi sungguh ajaib, dengan perlahan jariku tumbuh lagi seperti semula. Aku pun berhenti menangis seketika. Dan sangat terkejutnya kami ketika James datang dan ternyata menyaksikan kejadian itu.
“KURANG AJAR!! APA YANG KAU LAKUKAN LINDA?” Teriak James dengan marahnya.
“A, a, aku..”
“CUKUP!! Sekarang juga kau keluar dari rumah ini.”
“Ta, tapi James, maafkan aku, aku mohon… A, aku, aku, aku tidak tau apa yang sudah kulakukan. Kumohon.. Ja, jangan usir aku..” sambil menangis, Linda memohon ampun.
            Tapi James tidak bisa memaafkannya semudah itu. Maka keluarlah Linda dan Jessica dari rumah itu. Sementara aku, yang sejak tadi hanya bisa diam terpaku sambil menangis, segera memeluk Ayahku, James. Aku pun menangis sejadi-jadinya.
“Maafkan Ayah, Sookie.”




181toberember Oktober 2010

MENGATASI KERONTOKAN RAMBUT

            Kerontokan rambut merupakan salah satu masalah besar wanita yang dapat terjadi dikarenakan stress atau kurangnya nutrisi pada rambut. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk mencegah kerontokan rambut, seperti menghindarkan rambut dari sinar matahari langsung, klorin, atau air laut yang berlebihan. Tapi, bagaimana bila kita terlanjur mengalami kerontokan rambut? Banyak cara yang bisa dilakukan, seperti mengonsumsi makanan yang bergizi dan seimbang.
            Dalam hal ini, makanan yang sangat baik untuk mengatasi kerontokan rambut adalah kacang hijau. Selain enak dibuat kolak, kacang hijau juga sangat bermanfaat untuk mengatasi kerontokan rambut. Adapun kandungan yang dimiliki kacang hijau yaitu:
- Protein
- Lemak
- Karbohidrat
- Kalsium
- Fosfor
- Vitamin B1
- Vitamin B2
            Dalam kacang hijau protein inilah yang berfungsi sebagai penyubur rambut. Dalam menu masyarakat sehari-hari, kacang-kacangan adalah alternatif sumber protein nabati terbaik. Secara tradisi, ibu-ibu hamil sering dianjurkan mengonsumsi kacang hijau agar bayi yang dilahirkan mempunyai rambut lebat. Pertumbuhan sel-sel tubuh termasuk sel rambut memerlukan gizi yang baik terutama protein, dan karena kacang hijau kaya akan protein maka keinginan untuk mempunyai bayi berambut tebal akan terwujud.
           




8 November 2010

It’s over

I know you think that I still love you
But, when we meet again,
I will put my hands up and surrender
And there will be a sign “It’s over” above my door
Do you know why?
Coz I’m tired
I’m tired about you
Now, I will find a new love that is true


Karya NANANG FAUZI 080110101022


                                               
Created on
September 19, 2010 (11.00 pm)

                                                Lika-liku Cinta

Aku tak kuasa membendung rasa ini
Mengapa kau tidak seperti kain sutera
Yang bisa membuat aku kagum padamu
Hanya doa yang bisa aku panjatkan

Semoga engkau menjadi malaikat cintaku
Dan bisa menghiasi dinding-dinding kehidupan
Dengan berbagai imajinasi yang bisa menghantarkanku
Pada apa yang disebut cinta pada pandangan pertama

Engkau bagaikan kupu-kupu
Yang menghisap darahku dimana pun aku berada
Tetapi aku berusaha utuk tetap mencintaimu
Walau arah dan rintangan menghadang

 

 

 

 

 

 

 

 

Created On :

November 14, 2010. 06.35 am, @my loadging house.

Dingin Mengekang

dingin ini sejuk,
dingin ini beku,
dingin ini diam,
dingin ini kabut,
dan dingin ini telapak tangan yang menyusut.



Mendung

mendung itu hitam,
mendung itu suram,
mendung itu tekanan,
mendung itu noda,
dan mendung itu penuh warna














NANANG FAUZI                                                     Creative Writing
080110101022


SHORT STORY                                                                                          26-09-2010
22.00 WIB

SEPEDA TUA PAK GOMBENG

Pak Gombeng belakangan ini gembira bukan main. Saking genbiranya, senyum yang terpancar dari raut wajahnya yang sedikit keriput itu, ditebar kemana-mana: bagai tukang penyebar selebaran kredit sepeda motor yang sering mangkal di pertigaan jalan. Lebih jelasnya Sales Promotion Boy (SPB).

Bertemu deni (maksudku aku) tersenyum. Bertemu fatimah juga tersenyum. Bertemu orang baik yang sudah ia kenal maupun yang belum dikenal, juga tersenyum. Pokoknya hari itu penuh dengan senyum dan siulpun tak henti-hentinya keluar dari mulutnya sambil memakan segelintir permen rasa jahe yang bentuknya mirip sebatang rokok.

Setelah ditelusuri, rupanya sepeda tua itu yang bikin Pak Gombeng bahagia bukan main. Sepeda tua buatan Belanda keluaran tahun 1945? Di sepeda itu bertuliskan merek Bazelle.
            “sepeda ini (jenis) dulu Cuma orang-orang yang banyak duit dan bias dipakai untuk dirinya sendiri maupun keluarganya”. Terang Pak Gombeng bangga.
            “ iya Bang. Sama mandor kebun!. Kataku sambil mengejek.
            “ Ku tempeleng kau nanti:, gertak Pak Gombeng bercanda.

Sepeda itu benar-benar sudah tua dan sebenarnya tidak layak untuk dipakai. Malah lebih tua dari umur Pak Gombeng sekalipun. Besi-besinya lebih karatan disbanding cat; cokelat basah semua, becampur antara karat dan minyak mesin, merek Singer yang selalu disemprotkan oleh Pak Gombeng. Pedal, jari-jari, sadel, dan stang semuanya juga sama. Mereknya juga masih ada di bagian depan, tetapi tak selamat juga dimakan karat. Samara-samar terbaca sebuah tulisan Gazelle dengan lambing rusa yang sedang melompat.

Satu satunya yang masih mengkilat ada dibagian stang, sebuah terompet yang biasa digunakan tukang roti yang sering lewat depan rumah di pagi hari, ketika perut memang minta diidi. ” te… tet… tet…!!!”.

“darimana abang dapat sepeda ini?” Tanyaku menyelidik.
“Ku belilah, kau pikir sepeda ini hasil curian saya apa”. Sahut Pak Gombeng dengan nada agak sedikit tinggi.
“ iya, dimana abang belinya?”

Sssttt… jangan bilang sama siapa-siapa ya! “Murah kubeli ini sepeda”, kata Pak Gombeng dengan sedikit agak takut. tadi pas lewat PDS-an, ku cari besi sepeda bekas, ku kumpulkan batang, lingkar, dan sadel beserta pedalnya, “Pak Gombeng berbisik”. Entah dia malu atau tidak, entah apa, dia agak merahasiakan dari mana sepeda itu berasal. Ku rasa lebih mengarah pada takut jikala dipinjam oleh seseorang alias pelit, sepeda itu yang sudah dipuji-puji setinggi langit kepada banyak orang.

Lalu kata Pak Gombeng, ketika ditimbang, besi-besi itu beratnya 10 kg, dan harga per kilonya tiga ribu rupiah. Tetapi Pak Gombeng berhasil melobi toke botot biar harganya lebih murah. Pak Gombeng tak langsung bercerita soal berapa harga sepeda itu. Ia tanya toke itu tinggal dimana, berapa anaknya? Dipuji-puji toke itu. Rajin, ulet, suami yang setia. Di puji pula kalau usahanya ikut menjaga kelestarian lingkungan. Salah satu rantai daur ulang barang-barang yang (kalau tidak di daur ulang), akan merusak bumi.macam pahlawanlah dibuatnya toke itu, dst, dst.tukang botot itupun akhirnya ngoceh, lebih dari sekedar obrolan antara penjual dan pembeli, dan tak sadar sudah masuk pada jebakan Pak Gombeng. “ Mati kau”, kata Pak Gombeng.

            “ jadi berapa harganya?” Tanya Pak Gombeng
            “mau bapak pakai sendiri kah?”
            “ ya, mau ku pakai sendirilah, kau pikir aku ini agen. kau sering melihat aku lewat sini  jalan kaki, kan?” jawab Pak Gombeng.
            “ ya, bawa sajalah”, jawab tokek butut itu.
            “ ini aku kasih uang rook saja!” kata Pak Gombeng sambil menyelipkan tujuh lembar ribuan ke kantong si toke.

Teknik yang hamper sama juga dipakai Pak Gombengketika di bngkel sepeda, biar dapat harga yang murah demi menyatukan bangkai sepeda itu. Dengan modal omongan saja, Pak Gombeng bilang: pendekatan interpersonal dan uang Rp. 10.000,- saja. Sepeda itu sudah layak pakai. Boleh dinaiki anak manusia, bahkan yang berat sekalipun seperti Pak Gombeng. Dengan uang segitu, malah orang bengkel kasih bonus sebuah terompet tukang roti yang masih bagus dan mengkilat.

Bukan main. Pak Gombeng sekarang keliling-keliling dengan sepeda itu diantara lajunya kereta dan mobil yang mulai memadati parkiran di sekitar pasar. Kemana-mana Pak Gombeng naik sepeda. Ke lapangan, ke warnet, ke sungai, sampai apat koordinasi program di Kantor Camat hingga Bupati pun menaiki sepeda itu.

Semua orang jadi kenal dengannya, lah bagaimana tidak? Satu-satunya yang terkeren pakai sepeda, tua pula, berkarat pula dan ada goni yang tak jelas digunakan untuk apa dan pakai klakson tukang roti pula. Apalagi orangnya pakai kacamata yang selalu menggantung di depan dadanya, bercelana pendek, berkaos dengan warna tak jelas pula. Tak berat ubtuk menandainya, bahkan dari jarak 100 meter pula bias dikenali. Tet… tet… tet… kasi jalan. Pak Gombeng mau jualan, eh maksudnya jalan-jalan.


Target pembaca: Remaja, Orang Dewasa.













NANANG FAUZI                                                      Creative Writing
080110101022

           27-09-2010

ANAK YANG TERANIAYA

            Malam dating, pagi dan siangpun menyisakan cerita-cerita kelam, tatkala aku mengetahui Ibu sedang menangis tersedu-sedu diatas kursi kayu dan di depan meja yang ada radionya.
“ kenpa ibu?” Tanya aku.
“ tidak apa-apa nak”. Balas ibu sambil mengusap air mata di pipi sebelah kanan.
“ tak mungkin kalau ada air mata, tidak ada masalah, pasti ada yang disembunyikan dari aku ya Bu?”

Setelah aku selidiki dan melontarkan pertanyaan kepada Ibu berkali-kali, akhirnya ibu mengeluarkan masalahyang tersimpan di dalamm hatinya tersebut. “ “Begini nak, kamu kuliah yang rajin ya, supaya menjadi orang yang sukses dan berhasil supaya tidak diejek tetangga yang tidak suka sama kamu dan keluarga kita” ujar Ibu sambil meneteskan air matanya kembali.
Selama ini mengapa Ibu diam dan enggan eluar rumah, karena Ibu merasa malu dan sering di ejek dan di hina oleh tetangga sebelah semenjak kamu lulus dari SMK sampai masuk awal kuliah” tambah ibu. “mengapa Bu” Tanya aku. Orang itu mengatakan kepada ibu , bahwa sekarang ini banyak dan mungkin ngetrend-ngetrend nya anak kuliah setelah lulus dari SMA/ SMK. Tetapi mau jadi apa sehabis kuliah nanti? Paling-paling jadi pengangguran yang mondar-mandir kesana kemari kayak orang bibgung. Ibu sedikit menceritakan apa yang sudah tetanggaku bilang kepadfa beliau. “ sudahlah Bu, jangan terlalu di fikirkan masalah seperti itu, sudah biasa keluarga kita menjadi cemoohan bagi mereka”. Aku berusaha untuk membujuk ibu supaya tidak terlalu memikirkan hal itu. Datanglah bapak dari sawah dan tiba” beliau menyahut “ betul Bu, apa yang dikatakan anakmu itu. Kita tidak boleh terus-menerus seperti ini. Mari kita berdoa untuk keberhasilan anak kita”. Tambah bapak.
Kan tidak semua orang yang kuliah itu setelah lulus jadi pengangguran. “ saya akan buktikan kepada dunia, kelak aku akan menjadi orang yang berhasil dan bias menjadi kebanggaan keluarga, kan rejeki sudah diatur Alloh, jadi jangan khawatir. Yang terpenting sekarang ini kuta harus berusaha, berikhtiar dan berdoa kepada sang pencipta supaya aku bias meraih cita-cita dan menjadi orang yang berguna bagi keluarga, masyarakat, bangsa dan negara”. Tambah aku. Ibu langsung berkata: “ia nak, kamu harus buktikan akan hal itu, supaya hidupmu bisa tentram kelak”. Insya Alloh Bu. Pokoknya tenang saja dan lupakan semua apa yag ada di fikiran ibu tentang masalah-masalah yang lalu dan doakan anakmu ini!

Target pembaca: anak-anak, teenagers, dewasa dan orang tua.


























NANANG FAUZI                                               Creative Writing
080110101022

04-10-2010

SAHABATKU, MAK COMBLANGKU

Hari itu, sekitar pukul 07.00 malam, ada seseorang lelaki berkunjung ke kostan teman perempuannya. Kebetulan masih dalam suasana lebaran, sekalian silaturahmi. Sisa-sisa kue lebaran menghiasi meja ruang tanu di kostan itu. Lelaki itu bernama Aji. Ia memiliki rambut lurus, mata agak sipit, tubuhnya tinggi dan biasanya mengendarai sepeda pancal kemana-mana.
Tiuuuuuut, bunyi pintu gerbang kost yang dibukanya. Seketika ia langsung memanggil teman perempuannya yang kost di rumah itu. Namanya adalah Intan. Intan merupakan teman dekat Aji yang memiliki tubuh agak sedikit gemuk, berkerudung, dan biasanya kuliah dengan jalan kaki. “ halu…”. Aji memanggil Intan dengan suara yang agak keras karena kamarnya berada di atas. “iya, tunggu bentar”,  sahut Intan. Tak lama kemudian mereka langsung duduk di teras rumah itu ditemani dengan kue-kue lebaran yang sudah hamper habis ditambah dengan segelas air mineral.

“enak banget ni kuenya”, Aji berpendapat.
“pastinya dunk, kan aku yang buat”, jawab Intan sambil bangga melihat kuenya di puji. Setelah hamper 15 menit mereka ngobrol, tiba-tiba ada seorang perempuan berjilbab yang baru saja datang dari toko sebelah, sendiri tanpa teman. “Assalamualaikum” perempuan itu mengucapkan salam sambil menunjukkan senyum manisnya, dan seketika itu Aji dan Intan menjawab “waalaikumsalam”. Perempuan itu teman Intan dan namanya adalah Hilda. “ Hilda, dari mana?” Tanya Intan. Hilda menjawab: “dari took sebelah beli keperluan pribadi. “owg”, Intan jawab balik.

“ya sudah, aku mau ke dalam dulu mbak”, Hilda berkata pada Intan sambil membawa sebuah kantong plastik.
Setelah lima menit kemudian, tibalah Aji pamit untuk pulang ke kostannya yang tidak jauh dari kostan intan dan Intan pun langsung masuk ke dalam kostannya sendiri.
Setelah Intan masuk ke kostannya, tiba-tiba Hilda ke kamar Intan danmmelontarkan pertanyaan kepada Intan: Mbak, siapa cowok itu?” Tanya intan penasaran.
“Ia, kenapa, naksir ya?” tegas Intan
 “ dia kesini tadi naik sepeda pancalkah?” tanya balik Hilda kepada Intan.
“ heem, benar Hil”.
Kelihatannya cowok itu romantis banget ya mbak? Dengan percaya dirinya Hilda mengatakan hal itu kepada Intan.
“ mungkin aja iag Hil.

            Beberapa hari kemudian Intan mengabari Aji bahwa ada seseorang yang naksir padanya, yaitu Hilda, si cewek berkerudung itu. Dan seketika Aji langsung kaget dan tidak mengira bahwa ada salah satu orang yang mengagumi akan dirinya. Setelah itu, Aji mengirim sms kepada Intan dan menanyakan kepada Dia, apa bener Hilda suka sama dirinya?  Akhirnya Aji mendapatkan nomor telepon Hilda. Hari itu juga Intan langsung mensupport Aji untuk segera menembak Intan. Tetapi Aji masih belum siap untuk melakukan hal itu dan butuh waktu. Waktu pasti akan menjawabnya.
“jangan khawatir tan”, kata Aji.

Pagi itu di kampus, bersamaan matahari menampakkan sinarnya, tidak sengaja Aji melihat list nama-nama kontak yang ada di hape nya dan dengan sengaja Aji menemukan nama Hilda. Di smslah Hilda, mereka saling Tanya satu sama lain. Dari situlah benih-benih cinta tumbuh dan pada akhirnya mereka saling bertukar pikiran tentang segala hal. Intan pun mendengar kabar bahwa Aji telah menjalin hubungan dengan Hilda, sangat senang sekali, karena Intan disini sebagai mak comblang dan ia bias menyatukan dua makhluk Tuhan tersebut.

Berasal dari tiga kata: kost-kostan, sahabat dan cinta.

Target pembaca: Remaja, Orang Dewasa.






Name         : Nanang Fauzi
NIM            : 080110101022
Subject      : Creative Writing (Non- fiction)
GRAJAGAN BEACH
The Regency of Banyuwangi is located at the easternmost end of the island of Java, and it is a very strategic area for one who wants to go to Bali. It is surrounded by mountainous and woody areas to the west, by sea to the east and south. Banyuwangi is only separated by a narrow strait from Bali (the Bali strait).
Banyuwangi is the eastern-most regency of East Java. To the north lies the regency of Situbondo. The regencies of Jember and Bondowoso neighbor Banyuwangi to the west. To the east lies the island of Bali and to the west lies the Indonesian Ocean. Banyuwangi is situated on the coordinate 70 45’ 15” S and 113’ 38.2” E. Because of its location, Banyuwangi has diverse natural scenery, rich art, culture, customs and traditions.
Banyuwangi has various art, culture, customs and traditions. Let say Gandrung, a welcoming dance for distinguished guests. The dance is the defining dance of Banyuwangi. Besides Gandrung, Seblang, Kuntulan, Damarwulan, Angklung, Ketoprak, Barong, Kendang Kempul, Jaranan are arts that can be seen in Banyuwangi.
The beauty of nature is spread across Banyuwangi from the west to the east. Mountains, forests and beaches mark the landscape of the regency. For instance, Ijen Crater, in the western part of Banyuwangi is famous for its beautiful crater lake, the traditional sulfur miners who amazingly climb up and down the slope of Mount Merapi, and the plantations that cover the Crater’s slope. The National Park of Meru Betiri is famous for its Java Tiger and turtles. These locations form the center of the Tourism Developed area which is called the Diamond Triangle, which connects one Tourism Object to another. One of the most beautiful landscape in the south of Banyuwangi is Grajagan Beach.
Grajagan is an interesting beach to visit. A wide clean sand hampers the beach. The hill across the sea, stick on the ground strongly. The beautiful panorama of Grajagan fishing village can be seen here. The caves for the battle protection in Japanese Era can be seen here. The cottages and motel are available for the visitors. Grajagan is located about 53 km to the South of Banyuwangi.
Grajagan is very ideal as transit place or as the gateway to Plengkung beach. Beside its location that not too far from Alas Purwo, Grajagan is very beautiful beach. It needs about 2 hours to reach Plengkung by canoe rent. The journey is has similarity time if we reach it by car through land. Grajagan is could be the choice of the visitors who want to go to Alas Purwo National Park using canoe. A 314 ha area is located in forest of KPH South Banyuwangi, precisely in 111 square of BKPH Curahjati or administratively, in Grajagan village, Purwoharjo district, Banyuwangi regency.
Open-air recreation or nature activity can be done in many places, such as: in forests, mountains, lakes, beaches, etc. Grajagan is one of Banyuwangi beaches that show the combination of rolling ocean waves on one side and the dense forest on the other one. In this place, we will be able to see the beautiful panorama of Grajagan fishing village. Because of that, there are many tourists visit this place. Here, you can find an old cave, which was restricted by Japanese soldiers.
There are also available cottage, cafe, and playing area for children. This tourism object usually crowded of visitors on holiday. The interesting journey from Grajagan to Alas Purwo is using canoe rent, especially to Ngagelan beach that is Turtle breeding. You will have an interesting experience and view many natural panorama.

Karya Khusnul Khotimah 080110191045

SUAMI


Aku adalah anak ke tiga dari tiga bersaudara. Ke dua kakakku menikmati indahnya dunia bersama suami mereka. Rizky. Nama yang orang tuaku berikan dengan harapan anaknya ini dapat membawa seteguk nikmat dunia.
Atau mungkin saja kehadiranku tidak terlalu diharapkan, karena akulah beban hidup semakin berat. Bagi debuah keluarga seingatku tak pernah kenyang apalagi berbaut pakaian bagus. Cuma hari raya saja seperti mimpi ketika kanak-kanak bisa menjadi kenyataan, perut merasakan lezatnya makanan dan pakaian yang lumayan bagus.
Lamunanku terpecahkan suara pelanggan yang ingin membeli kue berbungkus plastik, yang tertata rapi di atas mejakecil tanpa atap itu. Hari ini lebih ramai dari pada minggu biasanya, entah kenapa.
Terik matahari semakin menyengat, membakar kulitku yang semakin legam. Dengan menggenggam lembar rupiah kuputuskan untuk pulang meninggalkan pasar. Langkah gontai kulewati jalan aspal yang mulai berlobang disana sini. Letupan kebanggaan muncul di hati. Mungkin ini cukup untuk mengepulkan nasi.

Seorang yang ku panggil Ibu tetap tenang menyisir rambut ikal berubanya. Sebongkah senyum dari kerutan wajah yang mulai renta terlontar saat sapa salamku menyapa telinganya. Kasihan ia, setiap hari menjadi buruh cuci pakaian. Namun tulangnya kini tak lagi mampu untuk bekerja sedikit keras, karena hari itu suaminya mengeluarkan gejolak api neraka yang membuat segalanya terbakar.
Telinga ini sering mendengar suara itu. Teriakan orang tuaku,suara piring pecah, barang-barang di banting, suara pipi di tampar, dan tangisan dari bibir ibu.
Kusumbat pendengaranku dengan bantal. Menambah konsentrasi dengan menyelimuti tubuh, berlindung dari teriakan setan. Malampun merangkak sepi. Suara penjaja nasi goreng yang memanggil pelanggan sambil memukul sebatang bambu dengan kayupun telah lenyap.
Suara-suara itu mulai melemah setelah kudengar satu kali lolongan perempuan meminta pertolongan. Badanku tak mampu bangkit dari kasur. Akupun tertidur pulas.

Seperti subuh sebelumnya. Subuh hari inipun ku sedera terjaga untuk berbasuh air segar dan menunduk di hadapan Tuhan. Rumah begitu sepi. Ada pecahan piring di lantai ruang tamu, yang ku pikir ini ulah mereka tadi malam.
Kulebarkan langkah agar tak menginjak pecahan-pecahan itu. Mataku tertuju pada daun pintu yang sedikit terbuka. Bau anyir menusuk hidung.
Tubuhku kaku melihat sesosok tubuh terkulai berlumuran darah di kasur. Sedang laki laki yang biasa kupanggil bapak, hanya menatapinya. Sontak, kuambil sebilah pisau yang tergeletak di kamar,sabetannyapun tepat menenai iganya. Jeritan dan cacian kulanggengkan untuknya. Iblis mulai datang menghampiri raga ini.
Teriakan bapak membawa orang-orang bergerombol memenuhi rumah. Puji-pujian tuhan terdengar begitu keras. Menyadarkanku dari kebrutalan setan.
Semuanya nampak samar. Kakiku tak kuat lagi memnopang tubuh mungil yang kumiliki. Hingga akhirnya aku benar-benar pingsan. Saat tersadar kulihat tetangga, dan orang-orang berseragam polisi mengerumuniku. Seperti mimpi. Banyak bayangan yangberkelebat di kepala.
Sumpah serapah dan busuknya ludah manusia yang menganggap dirinya suci itu tak dapat kuelakkan. Kebingungan menyelimuti otakku.
Hari-hari berlalu. Aku ditempatkan dalam ruamg lembab yang membuat nafas terasa sesak. Gerakanku tak cukup banyak karena ada besi yang terlilit di kaki. Rindu keintiman bersamaNya di malam hari tak tertahan. Rintihan pilu membumbung dalam hati. Hingga datang lelaki mantan preman yang membawa buku tebal menghampiriku. Dialah yang mengajarkan mantra yang dulu pernah aku ucapkan. Dialah yang membebaskanku dari hinaan ini. Dialah yang kini kusebut sebagai Suami.


Renternir

Herman. Nama yang dijauhi masyarakat Dusun Jambewangi ketika namanya disebut. Legam keriputnya manandakan umur yang tak lagi muda. Orang yang serenta itu seharusnya mempersiapkan diri, mencari jalan untuk bekal saat berjumpa ajalnya. Herman dengan dendengkotnya berjalan menuju rumah, melamarku sebagai istri ke enamnya.
Lamaran ini tak dapat kutolak. Lantaran hutang yang membelit keluargaku dan juga menghambanya ketakutan akan kekejaman seorang renternir tua yang sudi melakukan apa saja untuk memenuhi hasratnya.
Andai aku dapat berbicara layaknya manusia. Kan ku lontarkan sejuta kata agar semua orang tau bahwa aku juga manusia yang mempunyai akal.
Undangan tersebar sampai pelosok dusun. Inilah pernikahan super meriah di tahun ini. Katanya ini karena kecantikanku, meski ada sesuatu yang hilang dari kesempurnaanku. Cibiran yang di alamatkan pada si tua tak lepas dari pendengaran. Tetap saja  ia memperintahkan jongosnya membangun panggung murahan di tengah riuhnya desa.
Malampun datang. Inilah waktu yang ia tunggu. Suara penghulu MengeSAHkan dan mengAmini bergema, membuat hati undangan nelangsa mendengarnya.
Laki- laki itu najis, jangan sampai ia menyentuhmu untuk menyemburkan racunya yang bisa membuat perutmu buncit bagai seorang busung lapar. Kata-kata itu berkelebat saja memenuhi pikiranku.
            Mata Herman memburu tubuhku. Jijik rasanya berdekatan denganya. Ku  selipkan tubuhku menerobos di sela padatnya manusia penjilat lintah darat. Langkah kaki ku lebarkan setelah lulus dari pintu utama. Suara parau Herman membuat langkah semakin kencang. “ Bangsat!”,  terdengar keras meniang di telinga. Degup jantung berpacu ketika Herman meletupkan suara pistol di angkasa. Tuhan tolonglah aku.......


My Journey and Arrival during Last Holiday


Last Holiday, I went home by train. I went home with my friends, Supri and Heni. I spent about Rp. 4.000 for a ticket. I think it is the cheapest public transportation. I went to the railstation at 14.10.
In the train, i found various kinds of what people doing about. Some people sat, talking each other. Another ate their snacks or just slept. However  is not my business. I my self read my book, somtimes chatted with m friends.
When the train passed through the tunnel, the smell of the air is musty also very dark if the train do not have or turn on the lamp. Remain that the age of the tunnel,railway and the bridge which is through from one valley yo another, it make me frightened but the scenary was beautiful.
I really apreciate my ancestor who worked very hard to build the railway and digging the mountain for the tunnel. I call them as ahero because they sucrificeand take a big risk for themself.
I arrived at 17.20 in Kalisetail railstation. My father picked me up with his tired and his sad face. I surprise when I was coming home. Almost whole my family and relation was there. I asked myself, “What happened?” Evidently my grandfather was ill. I hoped that he will be better soon with my arrival.











Naga


Teng...teng..teng...bunyi alrem Hp Hartilah menunjukkan oukul satu dini hari. Ia bangun 20 menit lebih awal dari angka pada alrmnya. Mandi di pagi buta sudah biasa ia lakukan. Dinginya malam tak terasa. “ Kalu perlu sabunpun ia makan untuk membersihkan dirinya yang berlumur dosa,” kata Hartilah. Namun Jalan inilah yang di anggapnya bisa membuatnya SUCI.
Setelah sembahyang, merunduk pada Tuhan , Hartilah tidak pernah meninggalkan tempatnya. Duduk bersila berjam-jam, melantunkan tembang puja mantra hingga matahari menyapa dia lakoni.
Hartilah, nama yang sedikit aneh di pendengaran seorang Bali. Anak semata wayang keluarga dari penggarap sawah, memutuskan mencari sepercik manisnya hidup di tengah cakra-cakra gedung.
Hari-harinya di habiskan untuk bekerja sebagai karyawan lembaga bimbingan belajar yang cukup terkenal. Meski hidupnya sederhana tapi dengan kecerdasan dab kecaneikan Har, membuat siapapun yang mengenalnya jatuh hati. Hingga spre menjelang, Tejo, teman sekantornya khilaf dengan lekuk tubuh Har yang berbusana nyentrik.
Kesibukan mereka membuat Har dan Tejo lebih akrab. Namun tak disangka sekelebat adrenalin Tejo tak mampu dibendung. Hingga akhirnya..........
Hartilah dengan tubuh mungilnya tak mampu berlindung dari serangan Tejo yang bongsor. Semburan cairan pekat memasuki satu-satunya yang Har miliki.
Kini perut Har mulai membuncit. Secuil daging hidup bergerak menendang perutnya,sampai kadang membuatnya berteriak.
Genap hitungan sembilan bulan. Inilah saat yang ia tunggu. Meski seseorang yang membuatnya demikian tak nampak lagi, Har tetap berusaha memberikannya nafas dunia.
Sesuatu yang basah mengaliri kaki Har. Teriakan Har mengantarkannya ke dukun setempat. Keringat mengucuri tubuhnya dan si bidan tua  yang tak pernah mengenyam bangku sekolahpun tak lengah dari keringat. Air panas, gunting, jarum, benang dan kain, segala sesuatu telah dipersiapkan ibu bapaknya untuk menyambut si jabang bayi.
Mbah dukun memimpin Har untuk bernafas. Har tak lagi mampu mendengarkan apapun yang ada di sampingnya karena tak kuasa menahan sakit yang di rasa. Detik-detik pertaruhan jiwa mulai berakhir, dan si dukun mulai menandakan ketak sadaranya, melihat bayi yang keluar dengan tubuh naga berkepala manusia dari rahim Har jelita.






















Untuk sang Bidadari

Dikala Fajar mengambang dio ufuk barat
Hatiku sunyi
Bertahta semai dalam raga panglima
Panglima dari negeri kastah yani
Bidadari nan elok berseri
Menjadi idaman pungawa di raja Kastah Yanni

Panglima berseteru merebut rebut
Pangeran mengasah keris mpunya Dwi sakti

Namun …Bidadari tiadapun kunjung menghampiri
Mungkin bidadari?

Fajar dan pelangi jalani bercik berbanyu
Banyu berganti bak pandan wangi
Cahaya berkilau berkilap warna
Karang bernyanyi menghibur diri

Oh Bidadari….
Awan meneteskan air untukmu








MARTIN

Pucat, letih dan pedih. Jalanan dengan panasnya sang raja siang menambah peluh kaki Martin. Tanjakkan tak begitu tingginya. Mungkin ini balasan dari kekejaman bangsa, pikirnya.
Martin pemuda lugu, berangkat menunaikan pendidikan S1 nya, berbekal baju satu tas dan pecahan lima puluh ribuan dari perasan keringat seorang ibu.
Kata dari Guru yang ia hormati inilahyang membuatnya bersikukuh untuk kuliah di salah satu universitas negri terkemuka di Jakarta.
Setelah mengikuti ujian masuk perguruan tinggi, Martin mencari pekerjaan sampingan karena bekalnya mulai menipis. Segala pekerjaan bias ia lakukan, mencuci piring sampai mencangkul di sawah biasa di lakoni. Memang pemuda cerdas. Wajahnya lumayan manis, membawa sedikit keberuntungan dalm bergaul ataupun mencari pekerjaan. Kini ia menjadi salah satu pegawai  salah satu restoran terkenal.
Hari berganti hari. Dengan mengkontrak kamar ukuran 3x3, banyak ia habiskan kesendirianya untuk tetap membuka lembar buku. Martin mendapat yang di inginkan, menjadi mahasiswa sukses.
Kepandaianya terasah dengan mengikuti lomba dan organisasi. Hanya dewi fortune tertidur, ketika hari dimana demo penurunan presiden ia ikuti. Martin, tersangka perusakan gedung DPR.
Ia tak ingin terlibat terlalu jauh. Ia berlari dari kerumunan demonstrator dan para polisi yang beradu otot. Suara tembakan membawa lari tubuhnya yang tinggi.
Sampai di rumah kontrak, engahan Martin belum juga teratur, tiba-tiba pintu diketuk dengan kerasnya. Martin berusaha mencari pintu belakang, namun juga tak di temukan. “Jangan bergerak!” suara yang muncul bersamaan dengan pintu yang di dobrak.
Ia ingin berlari menerjang kepungan,. Matanya melirik jendela yang terbuka, membawa kakinya kesana. Usahanya sia-sia, peluru menembus daging di kaki kirinya.
Kaki bersimbah darah, Martin tak sadarkan diri.
Hari berganti, tak tau bagaimana ia membunuh waktu.





























Kemenangan Kerbau

Sejak seratus tahun yang lalu atap rumah di Sumatra Barat di bangun berbentuk tanduk kerbau, dan masyarakat setempat memberikan nama Minangkabau yang berarti Kemenangan kerbau atau Kerbau menang.
Sekitar enam ratus tahun yang lalu, seorang Raja Jawa mengirim utusan ke Sumatra Barat. Dia ingin masyarakat disana tau bahwa dialah seorang penguasa dan tak lama lagi akan mengambil alih kekuasaan di sana. Akan lebih baik untuk menyerah, jika tetap melawan masyarakat di sana akan dibunuh.Tentu masyarakat disana sangat ketakutan mendengar kekuatan tentara Raja Jawa, sehingga mereka mencari jalan keluar yang terbaik.
Kita harus melakukan segala carauntuk mencegah perang, seorang berkata.”Jika terjadi perang, fikirkanlah kematian dan kerusakn yang terjadi! Pasti kita akan kalah, menjadi budak Jawa, dan kerugian yang di tanggung. Kita harus mencari cara agar perang ini tidak terjadi.”
Banyak pendapat dan masukan pada musyawarah itu dan akhirnya menyetujui satu masukan. Mereka memerintahkan pada utusan Raja Jawa untuk memberitahukan kepada rajanya bahwa masyarakat Sumatra Barat menerima peperangann, dengan syarat peperanagn ini di lakukan oleh kerbau bukan manuisia. Kerbau akan saling bertarung dan menjadi penetu kemenangan. Jika kerbau milik raja jawa yang menang, mereka akan menyerah, bila kerbau masyarakat setempat yang menang, maka raja jawa harus membebaskan mereka. Utusan itupun membawa pesan pulang ke negrinya.
Raja jawa segera mengutus masyarakatnya mencari kerbau yang besar dan kuat, Mereka membawa satu untuk di hadapkan raja dan membawanya berperang di  Sumatra Barat.  Msyarakat Sumatara mendengar akan kekuatan Raja. Mereka bermusyawarah, membicarakan apa yang harus mereka lakukan.” Kita kalah, kita tidak akan bisa menemukan kerbau seperti itu untuk memenangkan pertarungan.
 Musyawarah yang hampa akn harapan kemenangan. Akhirnya seorang pemuda memberikan sebuah ide. Tetangganya mempunyai seekor ank kerbau yang bbeberapa hari baru lahir, di berencana memisahkanya dengan iduknya, kemudian memasangi besi runcing pada tanduk si kerbau. Merekapun setuju. Masyarakat siap berperang.
Ke esokan harinya, pesuruh raja membawa kerbaunya ke arena, begitu pula dengan pendududk setempat. Udara di penuhi suara prajurit Raja yang tertawa terbahak-bahak, melihat kerbau yang mereka bawa berdiripun masih terjatuh-jatuh. Namun, mereka tak menghiraukanya. Mereka menunggu suasana agar sedikit lebih tenang. “Siap!”, suara tanda dimulainya perkelahian. Masyarakat Suamatra melepaskan ikatan ank kerbau, begitu pula dengan Kerbau Raja Jawa. Sesaat tidak terjadi apapun, mereka hanya melihat satu sama lain, hinnga ank kerbau ini berlari menghampiri Kerbau besar. Karena sangat lapar Ia langsung mencari puting yang ada di bawah perut kerbau besar. Besi yang di pasang pada tanduknya, menancap, membuat kerbau besar meneluh kesakitan. Kerbau raja jawa lari mngghindari kerbau kecil. Ank kerbau masih terus mengikuti di belakangnya.
Kerbau Raja mengeluarkan banyak darah.Raja dan prajuritnya tak berkata sepatah kata pun. Mereka segera meninggalkan arena dan mengumumkan kemenangan masyarakat Sumatra. Penduduk bersorak sorai, menaburkan bunga dang mengalungkanya pada anak kerbau. Minagkabau!Minanagkabau! teriakan kemenangan.
Inilah alasan mengapa rumah dan penutup kepala masyarakat Sumatra Baratberbentuk tanduk kerbau dan menamai daerahnya sebagai Mianangkabau.