Senin, 19 November 2012

Hujan di malam itu Oleh Elok Fitriani


Malam itu hujan dan kilatan petir seakan tak akan reda,di tambah  listrik padam.seakan membuat dunia ini tak bernyawa,kelam,beku…
Dia duduk terpojok di kamar gelap itu,hanya rintik hujan dan sesekali kilatan petir yang menyapanya.gadis bertubuh mungil itu meringkuk sesegukan seorang diri,
“mama…mama..”suaranya berat dan parau,seraya dia melihat handphone di tangannya,tak banyak gerakan tangan yang dia buat,perlahan jarinya bergeser pada tombol hijau dipojok,tertera panggilan masuk dari  mamanya setengah jam yang lalu.dengan ragu dia memencet nomor itu.lalu dengan lunglai dia mendekatkan handphonenya ke telinga,
”tuuuutt..tuuuuuutt..tuuuuuutt…”tapi belum juga ada jawaban dari sana.
“halo sita”suara itu terdengar kalut
Seketika tangis sita pecah dan sesegukan lebih kuat dari tadi,”mama..pulang ya,aku mo..hon,papa marah dan sekarang mencari mama,mama di man..naaa?”suaranya tersendat-sendat
“mama ada di tempat aman sita”suara wanita itu terdengar tegar
‘aku takut sendirian,aku takut sama papa,kalau papa tidak bisa bawa mama pulang,,papa ngancam akan membakar buku-buku ku,aku tidak boleh sekolah lagi ma,aku mohon mama pulang ya”seraya sita mengusap air matanya
“nak,jangan pernah takut,mama tetap akan berjuang demi kamu bisa kuliah nanti,mama akan selalu menjagamu disini,walaupun toh kita terpisahkan oleh jarak” suara di seberang telpon itu terdengar pilu
“tapi kalau ternyata kenyataannya kayak gini,mendingan sita gak usah kuliah ma,cukup mama di rumah dan papa enggak marah,sita sudah senang”
“enggak sita,kamu harus bisa kuliah,malah mama yang akan merasa bersalah tidak bisa menyamakan pendidikan mu dengan kakak mu”
Sita beringsut “enggak ma,mama pulang saja”
“sudah,tenangkan pikiranmu nak,mama sedang dalam perjalanan ke Jakarta,papa mu enggak akan bisa cari mama,mungkin minggu depan mama sudah bisa terbang ke Hongkong”
Sita hanya bisa menangis tak berdaya
“mama tau kamu pasti sudah bisa berfikir dan merasakan bagaimana keadaan di rumah yang serba kesulitan ekonomi,kalau hanya mengandalkan gaji seorang karyawan seperti papa mu itu tak akan cukup untuk biaya kuliahmu,sekarang relakan mama kembali ke hongkong lagi..demi kamu nak”suara itu tetap terdengar tegar tapi masih menyisakan pilu.
“aku takut ma,buku-buku ku akan di bakar papa”
“tuuuuuuuuuuuuuuuutt” terputus
Handphone sita mati,dia mencoba menghidupkan kembali tombol on,tapi sia-sia,bateraynya pasti habis.
Hujan di luar masih deras dan listrik tak kunjung menyala.
Sesekali dia mengusap-usap matanya yang basah,dia beringsut ke dekat dipannya,menaruh kepalanya di atas dipan.dia memejamkan matanya untuk sedikit menenangkan pikiran.dia merasa dadanya terasa sesak.
Sekitar lima belas menit kemudian,lampu sepeda motor terlihat menembus kaca jendela kamarnya. Dalam pejamnya dia Merasa kamarnya sedikit silau karena cahaya itu.buru-buru dia berdiri,lalu mendekat pada jendela dan mengintip siapa yang datang.mugkinkah itu papanya,yang pulang dari mencari mamanya,kalau memang benar itu papanya,dia pasrah apa yang akan terjadi.
Dari balik deras air hujan,samar-samar sita melihat dua orang berboncengan  mengendarai sepeda motor itu.setelah sampai di depan teras,terlihat orang yang di bonceng itu keluar dari ponconya dan lari menerobos hujan,menuju pintu rumah sita.
“Sitaa..sitaa..buka pintunya”wanita itu mengetuk pintu tapi pandangannya tertuju pada lelaki yang masih duduk di atas sepeda motornya yang masih menyala.
Sita tersadar kalau ternyata yang datang bukan papanya.lalu sita memberanikan  diri dan membuka pintu.seakan dia bertemu dengan malaikat penolong,saat dia tau kalau wanita paruh baya yang ada di depannya adalah tantenya.
“ayo sita cepat kemasi buku-buku mu,sudah..kamu gak usah takut dengan papamu”tanpa memperdulikan raut wajah sita,wanita itu menggandeng sita masuk kamar.
Dengan bantuan senter yang ada di tangan kirinya,Wanita itu mengemasi dengan gerakan cepat semua buku-buku sita yang ada di meja belajarnya.
“mau dibawa ke mana tante buku-buku sita ?”sembari sita ikut mengemasi bukunya dengan gerakan lunglai.
“dibawa ke rumah tante sit,barusan mama mu sudah telpon tante,dan menceritakan semuanya,kamu enggak usah takut,memang papa mu itu wataknya keras seperti itu,kalau enggak mama mu yang nekat berangkat bekerja kayak gini,kamu akan jadi apa kalau enggak kuliah.” Secepat itu bukunya sudah masuk dalam tas plastik besar.
“sekarang,mana ijazah-ijazah mu,biyar sekalian tante bawa,supaya aman”
Sita membuka laci alamarinya yang paling atas,mengeluarkan Stomap plastic warna biru,”ini tante”seraya menyodorkannya.
Dengan cekatan wanita itu memasukkan ke dalam tas plastik besar itu,bercampur dengan buku-buku tadi.
“Sudah..sekarang tante windi pulang ya,kalau kamu enggak berani sendirian di rumah,kamu ke rumah tante elly saja yang dekat”
“iya tante” sita mengangguk pelan
Wanita itu keluar rumah dan menerobos hujan sambil mendekap tas plastik besar berisi buku-buku tadi,berlindung di balik ponco di belakang suaminya. Perlahan sepeda motor itu keluar dari halaman rumahnya.
Perlahan dalam remang dia kembali masuk kamar,tiba-tiba lampu kamarnya menyala.ternyata listrik sudah menyala kembali.
Dia berjalan dua langkah menuju meja belajarnya dan meraih ransel hitam yang ada di rak paling atas,di masukkannya dompet,handphone,charger dan buku diary nya. Lalu di raihnya jaket yang menggantung tak jauh dari meja belajarnya.dengan cekatan dia memakai jaket favoritnya itu.
Setelah memandang sebentar sekeliling kamarnya dia beranjak menuju ruang tengah,dimana ada rak tempat menyimpan payung dan jas hujan. Dia mengambil payung warna hijau yang memang hanya satu-satunya payung yang ada di situ.
Secepatnya dia berjalan menuju pintu depan,keluar dan menguncinya.tanpa pikir panjang di membuka payungnya seraya keluar dari halaman rumahnya.
Hujan memang sedikit reda,tapi jalanan masih lengang tak ada manusia yang keluar,mungkin mereka lebih memilih di dalam rumah menikmati secangkir teh dan makanan hangat bersama keluarganya.tapi lain halnya dengan sita,gadis itu justru harus keluar rumah mencari perlindungan semacam ketenangan akan hati dan pikiranya.
Jarak antara rumahnya dengan tante elly sekitar lima belas menit di tempuh dengan jalan kaki.
Sampai di depan pintu rumah tantenya,dia memegang gagang pintu itu “cleeeek..” karena tau pintu tidak di kunci dia tidak mengetuknya melainkan langsung nyelonong masuk .
Di critakannya semua kejadian itu kepada  pamannya
“benar-benar  aku enggak tau jalan pikiran papa mu sita,niat baik mama mu ingin memulihkan ekonomi keluarga,ingin menyekolahkan mu sampai kuliah,di tanggapi seperti ini”
Sita hanya diam mendengar pamannya berbicara.sejenak hening..
Tiba-tiba muncul alfa di samping duduk sita,anak umur tiga tahun berperangai girang itu tersenyum pada sita.
“mbak… cita bubuk cini yaa…” layaknya anak kecil,alfa ngomongnya belum begitu jelas.
Lalu di raihnya tangan alfa seraya di peluknya bocah manis itu “iyaaa alfa,mbak cita ubuk cini kok” sambil dinggelitik-gelitik kecil perut alfa.
“ahhaaaa…ahhaaa…geyi mbak cita..geyi”(geyi=geli)
Seketika penat pikiran sita luntur oleh keriangan wajah bocah manis  itu.
“alfa..ayo ajak mbak sita makan yok,kita bikin nasi goreng sama mama di dapur” kata pamannya bersemangat
“ayoo..yooo…yooo….yooo”seru alfa kegirangan
“kamu taruh dulu tas mu di kamar sit,biyar paman sama tante yang masak”
“iya paman”angguk sita pasti
Lalu pamannya berjalan ke dapur,di ikuti alfa yang jingkrak-jingrak kegirangan di belakangnya.
Di rabanya saklar lampu kamar,setelah ruang kamar tampak terang dia melangkah pada colokan untuk mencharge Handphonenya. Lalu diletakkannya di atas meja.
Beberapa menit kemudian tantenya  memanggil untuk makan nasi goreng bersama
“ini nasi goreng alakadarnya sita,gak di kasih sayur ama saus,bahan-bahan dapur banyak yang habis,tante tadi pagi juga gak sempat ke pasar”
“iya tante,ini pun sudah enak kok”
Sita duduk di meja makan berhadapan dengan tantenya,tak banyak percakapan saat mereka makan,sedangkan alfa dan pamannya makan di ruang TV sambil menyaksikan film kartun favorit alfa.
Karna merasa lelah dan mengantuk,seusai membantu tantenya membereskan piring bekas makannya,dia beranjak ke kamar.
Ditariknya selimut sampai menutupi seluruh badannya,lalu dia merebahkan badannya,dan pikirannya masih tak bisa istirahat,apa yang akan terjadi besok saat papanya pulang,apakah papanya tetap tidak akan mengijinkan dia pergi ke sekolah,karna tau mamanya pergi tanpa persetujuan ayahnya. tanpa di sadari matanya menetes lagi,ingatan masa lalunya itu muncul,saat kedua orang tuanya bertengkar dan saling beradu statement,dia menangis di dalam kamar,lalu datang kakak perempuannya memeluknya.tapi sekarang tak ada yang memeluk menenangkan hatinya,sedangkan kakaknya harus mengurusi keluarganya sendiri.
Pagi-pagi sekali dia pulang,ternyata sudah didapati papanya berada di ruang tengah.
“sebernarnya ke mana ibu mu itu,sebagai kepala rumah tangga papa merasa sangat di remehkan”
“ibu berangkat kerja di hongkong lagi pa,sita mohon papa jangan marah,ibu berangkat juga demi keluarga,ibu pengen meringankan beban papa juga”
papanya hanya terdiam tak menjawab.lalu sita pergi ke dapur menyiapkan sarapan,setelah selesai dia buru-buru ke kamar mandi,dia tak memikirkan apakah papanya tetap mangijinkannya sekolah atau tidak,yang terpenting dia berniat untuk berangkat sekolah hari ini.
Berdua bersama papanya dia menyantap sarapan di meja makan,sedikit canggung,sesekali melirik ayahnya.tak ada percakapan saat itu.
Bersyukur sekali saat dia pamit berangkat ke sekolah papanya tidak melarangnya.dan malah berpesan agar hati-hati di jalan.dalam hati dia berkata “huff…trimakasih ya Allah,Engkau telah meluluhkan hati papaku.”
Dalam hatinya dia bertekad untuk lebih semangat bersekolah sampai dia bisa meneruskan di bangku kuliah.dia tak ingin mengecewakan kedua orang tuanya,terlebih ibunya sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar