Minggu, 14 November 2010

Karya Aniq Aribah Zulfa 080110101016


04 Oktober 2010

Arti Dari  Sebuah Keiklasan
Di tengah teriknya matahari, Rina berjalan sendirian sambil memikirkan bagaimana masa depannya kelak sesudah ia lulus sekolah. Rina adalah salah satu siswi dari sebuah SMA Negeri terkemuka di kotanya. Ia terlahir dari keluarga yang kurang beruntung, ia anak dari 3 bersaudara. Dia terkenal sangat baik, pembawaannya sopan-santun, dan rajin membantu orang tuanya berjualan kue keliling kampung. Cita-citanya adalah ia sangat ingin memajukan desanya dari buta huruf. Tapi mungkin cita-citanya itu akan kandas begitu saja karena orang tuanya tidak mampu untuk membiayai pendidikannya sampai ke bangku kuliah.
            Seringkali di tengah malam yang gelap, dia terbangun dan berdoa kepada Tuhan agar orang tuanya di beri kelancaran dalam pekerjaannya. Agar dia dapat meneruskan cita-citanya yang sangat mulia itu. Tetapi itu hanyalah harapannya, dan dia berharap agar semua doa yang ia panjatkan terkabul.
            Pada suatu malam, tiba-tiba ia terbangun. Terjadi pertentangan dalam batinnya. Apakah ia akan melanjutkan impiannya atau tidak.
“Aku bukanlah anak orang kaya, aku tahu itu”, gumam Rina pada malam itu.
“Ibuku hanyalah seorang penjual kue keliling di kampung, sedangkan ayahku hanyalah seorang kuli bangunan yang pekerjaannya kadang tidak tetap. Belum lagi adik-adikku yang masih kecil-kecil dan sangat membutuhkan biaya yang tidak sedikit kelak”, gumamnya lagi.
Dan tiba-tiba dia berpikir, “apakah aku harus mengubur dalam-dalam cite-citaku ini? Apakah aku harus diam saja meliha kampungku tercinta ini diserang oleh buta huruf? Tapi aku tak dapat melawan takdir, dan keadaan keuanganku pun tidak memungkinkan untuk aku melanjutkan cita-cita ini. Mungkin aku memang ditakdirkan untuk mengubur cita-cita ini dalam-dalam”, ratapnya lagi pada malam itu.
            Tanpa terasa dia tertidur lelap di tengah lamunannya. Keesokan harinya keajaiban terjadi. Dia mendapatkan sebuah surat dari saudaranya yang ada di kota, dan berkata bahwa saudaranya yang akan membiayai seluruh pendidikannya sampai Rina mendapatkan gelar sarjana. Karena saudaranya tahu bahwa Rina mempunyai cita-cita yang sangat mulia. Rina merasa bagaikan mendapat durian runruh yang sangat membahagiakan di tengah kepasrahan dan keputusasaannya.
            Singkat cerita, Rina telah terdaftar sebagai salah satu murid dari sebuah perguruan tinngi negeri d kota itu. Dia bahkan terkenal sebagai seorang mahasisiwi yang sangat pandai, cantik, dan sangat di sayang oleh semua orang yang mengenalnya. Bahkan dia juga di syang oleh dosen-dosen pengajarnya
            Sekarang Rina telah menjelma menjadi bunga kampus yang terkenal sangat harum luar-dalam. Tibalah waktu bagi Rina untuk kembali ke kampung halamannya untuk mempraktekkan apa yang telah di dapatkannya selama ini.
            Di kampungnya, Rina masih tetap menjadi Rina yang dulu. Baik hati, sopan-santun, suka menolong, dan rajin membantu orang tuanya. Walaupun ia telah lama berdiam di kota, tetapi dia tidak berubah sedikitpun.

06 September 2010

BRILLIANT LEGACY
Pemeran utama:
o  Go Eun Sung
o  Sun Woo Hwan
o  Park  Jun Se (sepupu Hwan)
o  Yoo Seung Mi (adik tiri Eun Sung)
Kisah berawal ketika Go Eun Sung yang diminta Ayahnya untuk pulang dari study-nya di Newyork karna perusahaan Ayahnya bangkrut yang sebelumnya tidak diketahuinya. Ia memiliki insiden kecil dengan Sun Woo Hwan yang juga diminta pulang oleh sang nenek, karena pada waktu itu tas mereka tertukar, karena mereka mempunyai tas yang bentuk, model, dan warnanya sama, padahal di dalam tas Eun Sung, ada hadiah yang telah dibuatnya untuk sang ayah yang sebentar lagi akan berulang tahun.
Hwan memiliki sifat arogan, tidak pernah mengucapkan kata “Maaf” sama sekali dan tidak peduli dengan orang lain kecuali dengan seorang perempuan yang bernama Yoo Seung Mi yang adalah adik tiri Eun Sung. Sampai ketika hari ulang tahun Ayah Eun Sung hampir tiba, ia dibuat menunggu oleh Hwan yang berjanji akan menukar tasnya sehingga ia tidak sempat melihat Ayahnya untuk terakhir kalinya. Belum lagi, ia pernah membayar semua minuman di kafe ketika Hwan gak punya uang.
Sejak saat itu, Eun Sung dan Hwan saling membenci. Ibu tirinya yang jahat mengusir Eun Sung dan adiknya yang autis, Go Eun Woo dengan halus karna mereka dah gak punya uang sejak Ayahnya yang telah meninggal  dan juga perusahaannya yang bangkrut. Beruntung, Eun Sung tinggal dirumah sewaannya dan bekerja sebagai pelayan di sebuah club malam. Karena kesibukannya bekerja sendirian, Eun Sung menitipkan adiknya kepada temannya yang akhirnya malah hilang karena mencari-cari tempat bermain piano yang disukainya. Eun Sung yang dah putus asa, kembali bersemangat begitu bertemu dengan Park Jun Se yang membantunya mencari adiknya melalui selebaran sambil berjualan Mie di pinggir jalan dan bertemu dengan neneknya Hwan yang terjatuh dan hilang ingatan karena pergi dari rumah dengan alasan merasa tidak dihargai lagi oleh keluarganya yang cuma memikirkan warisan. Termasuk Hwan, cucu yang sangat di sayanginya. Karena pada waktu Hwan kecil, dia melihat ayahnya meninggal di tabrak mobil di pinggir jalan.
    Pada akhirnya Eun Sung diajak oleh nenek Hwan untuk tinggal bersama dirumahnya , karena sang nenek berjanji akan membantunya untuk mencari Eun Woo. Dan Eun Sung menyetujuinya. Tanpa disangka-sangka, rumah nenek itu adalah rumah Hwan, orang yang sangat di bencinya. Pada awalnya Eun Sung ingin pergi dari rumah itu, tetapi karena ia teringat akan janji nenek yang akan membantunya, maka akhirnya dia bersedia untuk tinggal disana.
Singkat cerita, Hwan akhirnya jatuh cinta pada Eun Sung karena dia telah melihat perjuangan Eun Sung yang gigih dan tanpa kenal lelah itu untuk mencari adiknya yang keberadaannya entah dimana. Sebaliknya Eun Sung pun akhirnya jatuh cinta pada Hwan karena sikap Hwan telah jauh berubah kepada dirinya. Seung Mi cemburu pada Eun Sung karena Hwan lebih membela Eun Sung daripada dirinya. Ia memfitnah Eun Sung  dan mengatakan bahwa Eun Sung meninggalkan ia dan ibunya serta lari membawa uang asuransi ayahnya, padahal Eun Sung tidak tahu-menahu tentang masalah itu. Tapi Hwan lebih percaya kepada Eun Sung dari pada percaya kepada Seung Mi karena ia tahu bahwa Seung Mi adalah orang yang akan menghalalkan segala cara untuk melancarkan rencananya dan untuk mendapatkan apa yang ia mau.
Di tempat lain, ternyata ayah Eun Sung tidak meninggal seperti yang telah diberitakan media. Ia hanya kecopetan pada  saat pulang dari tempat makan di pinggir jalan dan semua identitas yang ada dalam dompetnya itu juga ikut hilang bersama hilangnya dompet tersebut.  Akhirnya ayah Eun Sung bertemu dengan Park Jun Se dan berhasil bertemu dengan Eun Sung. Pada saat yang bersamaan, Hwan juga berhasil menemukan Eun Woo dan membawanya untuk bertemu dengan Eun Sung. Eun Sung sangat bahagia karena ia telah bertemu denhgan ayah dan adik yang sangat di sayanginya itu.
Woo-hwan rupanya benar-benar serius memastikan supaya Eun-sung selalu berada dalam pantauannya, ia menghabiskan waktunya dengan mentraktir Eun-woo, yang dipanggilnya sebagai adik ipar, dan meminta bocah itu untuk melapor bila ada pria yang berusaha mendekati Eun-sung di Amerika. Tinggal satu hal lagi yang harus dilakukan Eun-sung : kencan bersama Woo-hwan. Rupanya, pemuda itu mengajaknya untuk makan romantis di pinggir danau yang ternyata merupakan tempat terakhir Woo-hwan bertamasya bersama sang ayah. Keduanya berbagi tugas : Eun-sung memancing ikan sementara Woo-hwan memasak dan menyiapkan sayuran.
Hwan sempat senang ketika Eun-sung memuji masakannya, wajah Woo-hwan langsung berubah saat mencicipi buatannya sendiri. Setelah makan, keduanya berjalan sambil bergandengan tangan ke pinggir danau. Wajah Woo-hwan langsung murung ketika mengingat Eun-sung bakal segera pergi, namun keceriaan gadis itu, ditambah ancaman yang disampaikan dengan cara kocak, mampu membuat Woo-hwan tersenyum.
Yang paling mengejutkan Woo-hwan adalah ketika Eun-sung membisikkan kata cinta, ia sempat terkesima dan meminta Eun-sung untuk kembali mengulangi perkataannya. Apa yang dilakukan Eun-sung ternyata lebih dari itu, dan Hwan menyukainya. Dan Eun Sung berjanji bahwa ia akan baik-baik saja dan tidak akan melupakan Hwan.
Dan Eun Sung juga menjanjikan bahwa ia akan kembali untuk Hwan tanpa membuatnya sakit hati atau bersedih, dan ia juga berjanji tidak akan mengkhianati janji yang telah mereka buat bersama. Eun Sung pun berangkat ke Amerika dengan hati ringan tanpa beban karena mereka telah sama-sama saling percaya tidak akan saling mengkhianati satu sama lain.
The End

11  Oktober 2010
Buncis Ajaib
            Di sebuah desa yang nyaman, hiduplah seorang gadis kecil yang berumur sekitar 10 tahun. Ia hanya tinggal bersama Ibunya. Ayahnya telah meninggal tepat pada saat anak itu di lahirkan. Anak tersebut bernama Lina. Lina adalah seorang gadis kecil yang sangat sayang kepada ibunya. Selain itu Lina adalah anak yang manis dan rajin membantu ibunya berjualan di pasar, karena ibunya sehari-hari berjualan di sana. Biasanya dia membantu di sana dari siang sampai sore hari.
            Pada suatu hari, warung tempat ibunya berjualan tidak begitu banyak di kunjungi oleh pembeli, malah bisa di katakan sepi dari pembeli. Padahal pada hari itu sang ibu harus membayar uang sewa rumah yang belum sempat di bayarnya itu. Sang Ibu tidak ingin Lina tahu tentang masalah ini karena Ia tidak mau melihat Lina sedih hanya gara-gara masalah ini. Padahal tanpa sepengetahuan Ibunya Lina telah mengetahui semuanya karena Ia tanpa sengaja telah mencuri dengar percakapan Ibunya dengan Ibu pemilik rumah tersebut.
            Lina sangat sedih memikirkan hal itu, rasanya Ia ingin pergi saja dari rumah karena tidak sanggup melihat ibunya sedih dan bingung seperti itu.Dia ingin pergi dengan alasan ingin membantu Ibunya untuk mencari tambahan uang. Keesokan siangnya Lina benar-benar pergi dari rumah Ibunya. Belum lama Lina berjalan, tiba-tiba di tengah jalan Ia bertemu dengan seorang nenek yang mengaku sedang sangat kelaparandan kelelahan. Lina pun iba melihatnya. Ia membawa nenek itu ke rumahnya, dan Ia juga melupakan niatnya untuk pergi dari rumah. Di rumah, Lina membantu segala keperluan sang nenek, mulai dari memberinya pakaian, makanan, bahkan Lina juga sempat menawarkan agar nenek itu mau untuk tinggal di rumahnya bersama Ibunya. Nenek iti setuju, tapi hanya untuk semalam saja tinggal bersama Lina dan Ibunya. Lina merasa sangat senang, seolah dia mempunyai nenek lagi, pengganti dari neneknya yang meninggal dahulu.
            Keesokan harinya, sang nenek meminta diri untuk pergi dan melanjutkan perjalanan. Sebenarnya Lina merasa sedih karena nenek tidak bisa tinggal lama bersamanya, namun Lina juga tidak bisa berbuat banyak dengan keinginan sang nenek itu. Akhirnya Ia pun menyetujui permintaan nenek itu. Namun sebelum nenek pergi, dia memberikan sekantong bibit kacang buncis kepada Lina. Sang nenek berpesan agar Lina menanamnya dengan baik dan dia juga berpesan untuk mempergunakan bibit itu sebaik mungkin dan untuk tujuan yang baik. Lina pun mengiakan pesan sang nenek itu.
            Sorenya Lina menanam bibit itu di pekarangan rumahnya, Lina berharap agar bibit tersebut tumbuh subur dan menghasilkan banyak uang sehingga dapat untuk membantunya untuk membayar uang sewa rumah yang di tempatinya saat ini bersama Ibunya.
            Keesokan paginya Lina kaget melihat bahwa bibit buncis yang di tanamnya kemarin siang tumbuh sangat subur dan bahkan telah menjadi pohon buncis raksasa. Lina heran melihat hal itu terjadi pada buncis itu. “Apakah buncis itu buncis ajaib?”, tanya Lina dalam hati. Tetapi Lina sendiripun tahu bahwa Ia tidak dapat menjawab pertanyaan itu. Dia pun berteriak memanggil Ibunya untuk melihat hal aneh ini, dan sang Ibu pun tak kalah terkejutnya dengan Lina. Sang Ibu berpikir apakah ini adalah salah stu jalan yang Tuhan berikan untuk membantunya dan anaknya? Lagi-lagi pertanyaan itu tidak ada jawabannya. Tetapi sang Ibu hanya dapat bersyukur dengan datangnya rizqi yang tak di duga-duga itu.
            Lina dan Ibunya segera memetik kacang buncis itu untuk segera di jualnya ke pasar, “mumpung masih segar”, pikir sang Ibu. Tetapi hal yang paling mengejutkan lagi-lagi terjadi, kacang-kacang buncis itu tiba-tiba berubah menjadi emas murni dan asli. Sang Ibu malah sampai pingsan karena terkejut dengan hal ini. Setelah sadar, Ibunya berpesan agar orang-orang desa jangan sampai ada yang tahu dengan kejadian aneh ini. Dan juga Ia mengatakan agar Lina jangan mudah terlena dengan harta yang tiba-tiba muncul di depan mata tanpa ada usaha sedikitpun untuk mencarinya.
            Akhirnya mereka hidup tanpa kekurangan dan tanpa ada seorangpun yang tahu dengan kejadian yang telah Lina dan Ibunya alami. Mereka hanya tahu bahwa kekayaan yang telah di dapat oleh Lina dan Ibunya adalah hasil dari kerja keras mereka selama ini. Dan mereka pun hidup bahagia selamanya tanpa lupa untuk membantu orang di sekitarnya yang sedang kesusahan seperti keadaan mereka dahulu. 

18 Oktober 2010


The Wonderful Journey in My Life
            Aku adalah anak pertama dari 3 bersaudara, yang kebetulan semuanya adalah prempuan. Aku terlahir di dunia ini dengan selamat dan tanpa cacat sedikitpun (syukurlah, hehe....) begitu pula dengan adik-adikku. Sekarang aku telah duduk di bangku kuliah, semester 5. Sedangkan adik-adikku, yang satu kelas XI SMA sedangkan yang satu lagi masih kelas III SD.
            Kami sekeluarga mempunyai aktivitas masing-masing. Tak heran jika hari Minggu adalah hari keluarga bagi kami, karena pada hari itulah seluruh anggota keluarga dapar berkumpul. Ayahku adala seorang PNS, sedangkan ibuku adalah seorang ibu rumah tangga biasa. Aku mungkin bukanlah anak yang sempurna tetapi aku mencoba untuk menjadi anak yang baik bagi keluargaku.
            Seperti yang telah aku ceritakan diatas bahwa aku adalah salah seorang mahasiswi di Universitas Jember, dan aku mengambil jurusan Sastra Inggris. Dan disnalah aku mendapatkan teman yang cukup banyak. Hal yang paling seru dan susah untuk di lupakan adalah, waktu kami se-angkatan pergi PKL ke Bali. Saat itu bagi kami adalah waktu yang sangat tepat untuk melepaskan kepenatan setelah kurang lebih 2 minggu kami menghadapi UAS yang sangat menguras pikiran.
            Bagaikan mimpi rasanya aku dapat di terima di Universitas ini. Sedangkan teman-teman SMA-ku yang lain malah sedikit sekali yang di terima di sini. Dulu waktu mengisi formulir pendaftaran, aku tidak menyangka akan di terima. Tetapi Tuhan berkehendak lain, dan mungkin waktu itu nasib baik sedang memihakku (hehehe......).
            Dan yah.... aku samgat senang kuliah di sini. Suasananya enak, asri, dan yang terpenting adalah adem karena banyak sekali pohon-pohon di fakultasku. Jelaslah karena kampus kami adalah kampus ter-asri yang ada di Jember.
            Inilah sekelumit kisah yang dapat aku tuangkan saat ini ^_^

 
20 September 2010

KEHIDUPAN
            Subuh menjelang. Suara kokok ayam terdengar samar-samar seperti mnyerukan gema takbir ke seluruh alam. Kesunyian pagi terusik oleh kesyahduan adzan dari kejauhan. Semburat jejingga fajar bak neon panjang yang tergantung di ufuk timur cakrawala. Alam menggeliat bangun. Bunyi tik-tak air embun yang menetes dari pucuk-pucuk dedaunan seperti denting jarum jam, mewekeri waktu yang merangkak dari malam menuju fajar. Dinda terbangun oleh riuhnya denting pagi. Ia mengucek-ucek matanya dan melirik sekilas jam weker diatas meja. Ia terbangun dan segera pergi menuju kamar mandi untuk shalat dan memenuhi aktifitasnya.
            Pagi harinya Dinda berjalan menyusuri lorong-lorong, mengibas daun di pinggir jalan. Jalan setapak berakhir diujung  jalan, dia mulai melewati pematang sawah. Padi yang baru di tanam, melambai diterpa oleh angin, melambai pelan pada siapapun yang melewatinya. Dia meloncati sungai kecil di pinggir sawah, menyeberangi sungai dengan memakai jembatan kayu, setiap kakinya melangkah, jembatanpun ikut bergoyang. Seolah tak kuat menahan beban berat di atasnya. Langkah kaki yang mantap, tak ada sesuatu yang bisa menghalanginya. Berjalan terus diantara pohon-pohon jati yang berjejer, pohon-pohon yang mulai bertumbangan, dilahap oleh kerakusan manusia.
            Kaki melangkah melanjutkan perjalanan melewati rumah-rumah penduduk yang juga saling berjauhan. Hidup di desa terpencil, jauh dari hiruk-pikuk keramaian. Hampir 4 kilometer ia berjalan. Tak terasa lelahpun menghampirinya. Pandangan mata menerawang, menerobos jarak yang mampu di jangkau panca indera. Dari kejauhan, bangunan sekolah tempat ia mengajar telah tampak. Perjalanan 4 kilometer tidak memiliki arti ketika tujuan hadir di depan mata. Setiap hari dia berjalan kaki menempuh jarak 4 kilometer, agar bisa mengajar anak-anak di desanya.
            Dinda berusaha untuk datang pertama kali ke sekolah, meski biasanya di dahului oleh pengurus sekolah. Dalam pandangannya, seorang guru harus bisa menjadi teladan bagi para anak didiknya, termasuk dengan cara datang lebih awal ke sekolah. Murid-murid di desanya tidak bersemangat belajar. Mereka kadang masuk kadang tidak. Jumlah murid normal dalam kelas biasanya sekitar 15-18 orang. Satu kelas sering hanya berisi 10 orang saja. Pernah dia menyelidiki hal itu, dan hasilnya adalah: ada yang menbantu orang tua di pasar, membantu bekerja di ladang, ikut berbelanja ke pasar yang berjarak 20 kilometer jauhnya, ada yang membantu ayahnya memancing di sungai, ada yang memang malas, tanpa ada perhatian serius dari orang tua.
            Tapi hal itu tidak menyurutkan langkah Dinda untuk terus mengajar. Dia mengajar bukan untuk mengejar materi, melainkan untuk mencerdaskan anak bangsa di desanya agar dapat terus mendapatkan ilmu, wawasan, dan pengetahuan yang luas. Imajinasi yang terbang bebas diangkasa, mengepakkan sayap membelah awan , mengelilingi bumi secara bebas membuat Dinda tak menyadari kedatangan muridnya. Setelah mengajar, Dinda pulang ke rumahnya untuk meneruskan mengajar ngaji anak-anak di rumahnya.
            Itulah rutinitas Dinda sehari-hari. Tiada pernah terlontar keluhan apapun, apalagi ratapan tak berguna, yang mendatangkan kesedihan dan ratapan yang mematahkan semangat dalam dada. Kehidupan adalah kenyataan yang harus di jalani, baik pahit ataupun manis. Setiap warna kehidupan yang hadir akan menyimpan makna mendalam bagi diri. Pahit atau manis tergantung cara seseorang memandangnya, kadang yang pahit menjadi manis, ataupun sebaliknya yang manis menjadi pahit.
            Pernah suatu kali Dinda sakit panas, tetapi dia masih memaksakan diri untuk datang dan mengajar ke sekolah. Walaupun murid-murid yang diajarnya tidak pernah memperhatikan apa yang disampaikannya, tetapi dia tetap mengajar dan datang ke sekolah dengan senang hati.
            Itulah hidup. Misteri hidup yang tak akan pernah terungkap jika pikiran hanya mengendalikan pikiran, hati mengendalikan hati, tubuh mengendalikan tubuh, dan imajinasi mengendalikan imajinasi.
Merangkum semua potensi dalam suatu tindak kehidupan, yang akan membimbing tersingkapnya misteri kehidupan manusia.

27 September 2010


Pada suatu sore yang cerah, di suatu desa di pinggir pantai, dengan diiringi tiupan angin semilir yang melambaikan nyiur-nyiur kelapa dengan indahnya. Tak henti-hentinya Rani mengagumi pemandangan yang sangat mengesankan itu. Rani adalah anak seorang nelayan yang berumur 19 tahun. Tampak dari fisik luar dia sangat cantik dam menarik, tinggi semampai, serta kuning langsat. Dia sangat mencintai keluarganya, karena dia adalah anak sulung, rani juga mempunyai seorang adik laki-laki yang masih menginjak bangku SMP. Rani adakah anak yang cerdas, penyayang, ramah, baik hati, dan suka menolong apabila ada yang kesusahan, walaupun dirinya hanyalah anak dari seorang nelayan.
          Tak heran apabila orang disekitar desa itu sangat mengenal dan memuji-muji Rani setinggi langit. Bahkan masyarakat di desa itu menjadikan Rani sebagai idola dan juga sebagai panutan agar anak-anak perempuannya bisa menjadi seperti dirinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar