BERBEDA
Di sebuah taman tengah kota, duduklah gadis kembar sepulang kuliah. Mereka hanya ingin refreshing setelah kuliah seharian.
Cherish: “Aduh, tadi aku kesal dengan dosen yang tua dan cerewet itu.”
Cherita: “Kenapa begitu?”
Cherish: “Tadi itu, waktu kuliah aku hanya memegang HP ku sambil membalas sms. Tiba-tiba dia memarahiku.”
Cherita: “Rish, kan betul dosenmu jika ia memperingatkanmu. Itu baik bukan? Tujuan kamu kuliah kan mendengarkan dosen mengajar. Bukan hanya sms an aja kan?”
Cherish: “Setelah dia memarahiku, aku tak menghiraukannya. Aku enjoy aja sms an. Bosan ama tuh orang. Lalu dia merampas HP ku dan aku dimintanya menghadap dia di ruang dosen. Mungkin dia iri dengan HP ku dan gak bias beli HP seperti punyaku.”
Cherita: “Rish, apa yang dilakukan dosenmu itu benar! Tidak salah kalau dia mengambil HP mu. Itu untuk kebaikanmu kok! Bukan karena iri dengan HP mu tapi dia ingin kamu mendapat sesuatu dari apa yang diajarkannya.”
Cherish: “Ah, kamu sama saja dengan dia. Cerewet, sok tahu lagi. Malas aku punya saudara sepertimu! Hufh…..
Lalu Cherish meninggalkanCherita sendirian. Dia tidak mau lagi mendengarkan apa yang dikatakan kembarannya.
“Meskipun anak kembar tetap saja punya karakter berbeda, sebab tidak ada satupun orang yang punya sifat sama walau saudara kembar sekalipun”
Karakter Cherish: sombong, merasa diri benar, keras kepala.
Karakter Cherita: lemah lembut, bijaksana.
C I N T A
Ini bukan cinta monyet
Ini bukan cinta backstreet
Ini bukan cinta sesaat
Ini bukan cinta lokasi
Ini bukan cinta ABG
Ini bukan cinta CLBK
Juga bukan cinta menggairahkan sepasang kekasih
Namun….. ini cinta mati
cinta tulus
cinta sejati
cinta abadi
cinta penuh pengorbanan
yang lahir dari hati seorang cewek
yang hatinya terlukai karena kepuasan cinta kekasihnya
HARTA YANG TERPENDAM
Alkisah hidup seorang laki-laki tua bersama 5 anaknya. Semuanya laki-laki. Istrinya meninggal ketika melahirkan anak bungsunya. Keluarga ini terkenal sangat kaya di pedesaan tempat tinggalnya. Keluarga ini juga terkenal hidup sederhana dan mau membantu sesama. Namun, itu hanya sang ayah, sedangkan semua anaknya pemalas, suka berfoya-foya dan sama sekali tidak peduli dengan apa yang ayahnya lakukan. Yang mereka lakukan hanya menghabiskan harta ayahnya.
Selang beberapa bulan kemudian, sang ayah jatuh sakit. Sakitnya karena terlalu memikirkan tingkah laku anak-anaknya yang luar biasa hebatnya. Namun, dalam keadaan asang ayah sakit, semua anaknya tambah memanfaatkan harta ayahnya. Semua usaha-usaha yang dijalankan sang ayah menjadi bangkrut. Dan kini, keluarga tersebut jatuh miskin.
Setelah jatuh miskin, semua anaknya tidak bisa berfoya-foya lagi yang akhirnya sering memaki ayahnya dalam keadaannya yang sakit. Mungkin karena akan tiba ajal sang ayah, sang ayah memanggil semua anaknya. Lalu datanglah semua anaknya. Lalu datanglah semua anaknya. Kata sang ayah, “Ayah masih mempunyai harta yang bisa kalian gunakan untuk makan selain menjual rumah dan pekarangan ini.” Semua anaknya menunjukkan wajah senyum gembira. Lagi kata sang ayah, ”Harta itu kupendam di kebun belakang rumah.” Seketika itu juga setelah sang ayah mengucapkan kalimat terakhir, sang ayah menghembuskan nafas terakhirnya.
Seminggu kemudian semua anaknya sepakat menggali tanah kebun belakang rumahnya. Semua anaknya bekerja keras menggali tanah tersebut namun tidak ditemukan sama sekali harta itu. Namun mereka tetap berusaha dan merenungkan siang malam kalimat terakhir ayahnya. Lalu seorang anaknya berkata, “Bagaimana bila tanah yang gembur itu kita tanami sayur-mayur? Hasilnya dapat kita jual untuk makan karena tidak mungkin kita terus diam, kita bisa mati kelaparan.” Dengan usul itu mereka semua setuju dan mereka mulai menanamnya.
Tiga bulan setelah itu, hasil kebun mereka melimpah ruah. Dengan pekerjaan yang mereka lakukan, mereka menjadi sibuk dan tidak ada waktu untuk berfoya-foya lagi. Dengan hasil yang melimpah, keadaan keuangan mereka mulai bangkit dan pandangan orang lain terhadap mereka sudah berubah. Mereka berpikir bahwa dari tanah kebun yang digali dan ditanami sayur-mayur yang hasilnya melimpah itulah harta yang terpendam dari ayahnya.
SANTET
Ada seorang tukang pijat yang buta itu sedang bercerita tentang keadaannya mengapa dia menjadi buta.
Dulu, waktu masih muda banyak orang di desanya menjadi tukang pijat. Banyak dari mereka yang penghasilannya dan hidupnya hanya bergantung pada mata pencaharian sebagai tukang pijat saja. Karena persaingan ketat untuk para pelanggan yang ada, mereka akan berusaha keras untuk saling menjatuhkan.
Pada suatu pagi, saat ibu Di ini terbangun dari tidurnya, ia merasakan sesuatu yang tidak enak di matanya. Setelah dia kucek matanya, semakin ia tidak bias melihat apa-apa. Tiba-tiba saat itu juga ia tidak melihat apa-apa. Dia berkata, “Ada orang yang tidak suka denganku, mungkin karena dia kalah saing denganku.”
Ibu Di ini terkenal baik hati dan suka menolong, sehingga dia lebih banyak disukai pelanggan. Adapun mereka yang lain akan merasa bahwa ibu Di ini adalah saingan beratnya. Apapun cara akan dilakukan untuk melumpuhkan musuh. Santet adalah salah satu cara untuk melumpuhkan atau melemahkan kekuatannya.
SESAL
Di suatu pagi saat ku terjaga dari tidurku, ku dengar ada suara yang memanggilku dari kejauhan katanya, “Telat…telat…sekarang sudah jam 9.”
Tanpa berpikir panjang aku pun langsung beranjak dari tempat tidurku. Langsung ku ambil handuk dan pakaian kuliahku. Dengan bergegas aku mandi karena jam sudah menunjukkan pukul 9 lebih. Sambil mengomel pada mamaku, aku berdandan di depan cermin.
“Kemarin malam kan aku sudah bilang, bangunkan aku setengah sembilan! Aku masuk jam 9.10.” eh…ternyata… “Hufh… kalau telat begini jadi aku yang susah.” Sambil mengomel, aku berangkat dari rumah tanpa pamit pada mamaku.
Ku dorong motorku keluar dari pagar rumah dan aku berangkat dengan hati kesal.
Setibanya di kampus, aku lebih kesal lagi karena dosennya tidak datang dan teman-temanku sudah pulang semua karena mereka tahu pengumuman di depan kelas.
Dengan hati sedih aku meninggalkan kampus karena aku merasa bersalah pada mamaku. Mamaku sudah membangunkanku meski terlambat tapi tetap saja aku menggerutu. Harusnya aku kan mengucapkan terima kasih?, pikirku dalam hati. Kenapa aku sudah besar begini masih bergantung pada orang lain? “Maafkan aku mama karena aku tidak pantas melakukan hal itu.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar