19 September 2010
Ikhlasku
Hidup ini…
Hanya sementara begitu indah
Semuanya sirna…
Ketika rasa itu datang di antara kita
Serentak!!!
Salah satu dari kita pun terinjak
Haaah…
Namun yang begitu mengherankan
Dan juga menyakitkan
Akankah fenomena ini ada jawaban..??
Dan aku pun akan mengikhlaskan kalian…
25 September 2010
Ketika Kita Sudah tak Cocok Lagi
Suami saya adalah seorang insinyur, saya mencintai sifatnya yang alami dan saya menyukai perasaan yang hangat yang muncul ketika saya bersender di bahunya yang bidang. Tiga tahun dalam masa perkenalan sampai sekarang, dua tahun masa pernikahan harus saya akui saya mulai lelah denagn semua itu.
Alasan saya mencintainya waktu dulu telah berubah menjadi sesuatu yang melelahkan. Saya seorang wanita yang sentimentil dan benar-benar sensitif serta berperasaan halus. Saya merindukan saat-saat romantis seperti seorang anak kecil menginginkan permendan suami saya bertolak belakang dengan saya. Rasa sensitifnya kurang dan ketidakmampuannya untuk menciptakan suasan romantis dalam pernikahan telah mematahkan harapan saya tentang cinta.
Suatu hari saya memutuskan untuk mengatakan keputusan saya kepadanya. Saya ingin perceraian. “ mengapa?” dia bertanya dengan terkejut. “ Saya lelah. Terlalu banyak alasan yang ada di dunia ini” jawab saya.
Dia terdiam dan termenung sepanjang malam dengan rokok yang tidak terputus-putusnya. Ini membuat kekecewaan saya semakin bertambah. “ Apa yang dapat saya lakukan untuk mengubah pikiranmu? ”
Seorang berkata untuk mengubah kepribadian oran lain sangatlah sulit dan itu benar. Saya pikir saya mulai kehilangan kepercayaan bahwa saya bisa merubah pribadinya. Saya menatap dalam-dalam matanya dan menjawab dengan pelan, “ say punya pertanyaan untukmu. Jika kamu dapat menemukan jawaban yang ada di dalam hati saya, mungkin saya akan berubah pikiran. Seandainya katakanlah saya menyukai setangkai bunga yang ada di tebing gunung, dan kita berdua tahu jika memanjat gunung itu kamu akan mati. Apakah kamu akan melakukuannya untuk saya?”.
Dia berkata “Saya akan memberika jawabannya besok”. Hati saya langsung gundah mendengar responnya. Keesokan paginya, dia tidak di rumah dan saya melihat selembar kertas dengan coret-coretannya di bawah sebuah gelas yang berisi susu hangat, yng bertuliskan: “ sayang, saya tidak akan mengambilkan bunga itu untukmu tapi izinkan saya untuk menjelaskan alasannya”.
Kalimat pertama ini menghaancurkan hati saya. Saya mencoba untuk kuat melanjutkan membacanya kembali…
“ Kamu selalu bisa mengetik di computer dan selalu mengacaukan program di PCnya dan akhirnya menangis di depan monitor. Lalu saya harus memberikan jari-jari saya untuk memperbaiki progamnya”.
“Kamu selalu lupa membawa kunci rumah ketika kamu keluar rumah dan saya harus memberikan kaki saya supaya bisa mendobrak pintu rumah, membukakan pintu untukmu”. “Kamu suka jalan-jalan keluar kota tapi selalu nyasar di tempat-tempat yang baru kamu kunjungi. Saya harus memberikan mata saya untuk mengarahkanmu”.
“Kamu selalu pegal-pegal pada waktu datang “tamu” setiap bulannya, saya harus memberikan tangan saya untuk memijat kakimu yang pegal”. “ Kamu senang diam di rumah dan saya kuatir kamu akan jadi aneh. Lalu saya harus memberikan mulut saya untuk menceritakan lelucon dan cerita-cerita untuk menyembuhkan kebosananmu”.
“Kamu selalu menatap komputer dan itu tidak baik untuk kesehatan matamu. Saya harus menjaga mata saya sehingga ketika kita tua saya dapat memotong kukumu dan mencabuti ubanmu. Saya akan memegang tanganmu menulusuri pantai, menikmati sinar matahari dan pasir yang indah. Menceritakan warna-warna bunga yang bersinar seperti wajah cantikmu.”
“Juga sayangku, saya begitu yakin ada banyak orang yang mencintaimu lebih dari cara saya mencintaimu. Tapi saya tidak akan mengambil bunga itu lalu mati…”
“Air mata saya jatuh ke atas tulisannya dan membuat tintanya menjadi kabur dan saya mencari kembali…”
“Datang sekarang sayangku, kamu telah selesai membaca cerita saya. Jika kamu puas dengan semua jawaban ini, tolong bukakan pintu rumah kita, saya sekarang sedang berdiri disana dengan susu segar dan roti kesukaanmu…”
Saya segera membuka pintu dan melihat wajahnya yang dulu sangat saya cintai. Dia begitu penasaran sambil tangannya memegang susu dan roti. Saya tidak kuat lagi dan langsung memeluknya dan rebah di bahunya yang bidang sambil menangis.
Comments by Aisyah: (27 September 2010)
Konflik yang di ambil dari cerita ini memang sangat sederhana dan hanya sebuah ketidak cocokan. Namun dalam pengembangannya anda telah membuat cerita ini menarik dengan cara dialog antar tokoh yang membuat saya harus menyimpulkan sendiri bagaimana karakter dalam cerita anda.
27 September 2010
Personal Description
“Tok, tok, tok …”, ku dengar ketokan pintu berkali-kali dari depan. Ku berjalan menuju ruang tamu dengan niat untuk membukakan pintu. Setelah ku buka pintu ada seorang laki-laki berbadan tinggi, berkulit putih, bepakaian layaknya seorang pekerja kantoran. “Hai Sinta…?”,kaget setengah mati ketika dia memanggil namaku. “Siapa dia…?? Kenapa dia tahu namaku…?? Apakah aku mengenalnya…??”, beribu-ribu pertanyaan hadir di benakku.
Ku hanya diam dan tertegun melihat sesosok tubuh jangkung itu. “Tidakkah kau ingin memelukku?”, di suruhnya aku. “Siapa kamu…?? Emangnya kita saling kenal?”, ku menjawab dengan nada tinggi. Sambil memencet hidungku dia berkata, “Dasar! Ini aku Dika, sahabat SMP dulu”, aku kaget setengah mati. “Benarkah kau Dika??? Kenapa kau berubah layaknya raksasa gini?? Dulu kan pas-pasan, tambah ganteng juga…”. Dika adalah sahabat karibku, dia sangat baik bukan hanya padaku namun ke teman-temannya yang lain dia sangat loyal dan selalu membantu aku dalam segala hal.
04 Oktober 2010
Akibat kejamnya sang jantan
Dinginnya malam ini tidak seperti biasanya, sangat dingin, bahkan telalu dingin. “Hah, kenapa tiba-tiba gelap?!?”,ucapku. Kemudian datanglah bebeorang membawa lampu teplek dan beberapa lilin. Kuteruskan menulis ku dengan alat seadanya yang ku pakai di tengah heningnya malam.
Satu persatu induk dan anak kucing menghilang yang tersisa hanya seekor anak kucing yang menangis sendirian tanpa kehangatan lagi. Awalnya semua lengkap tapi tiap hari sang induk jantan hanya datang mencengkeram dan merampas makanan dari induk betina dan anak-anaknya. Kejadian itu terus berlanjut sampai sang induk betina pergi dan meninggalkan anak-anaknya karena sudah tak tahan lagi.
Tidak jerakah sang induk jantan?? Namun nyatanya tidak! Ia kembali dan kembali lagi ke kandang raksasa untuk mencengkeram dan merampas hak anak-anaknya. Hari kesepuluh si induk jantan datang, si sulung dengan gagah berani mencoba menentang kelalimannya tapi akhirnya si sulung terkapar dengan menghembuskan nafas terakhir di kandang besar yang kelam.
05 November 2010, kandang besar kelam sudah hangus. Apakah kalian tahu apa yang sudah terjadi? Si bungsu membakar kandangnya beserta induk jantan yang kejam di dalamnya. Si bungsu akhirnya mempertanggung jawabkan perbuatannya dan menorehkan kisahnya yang kelam pada kertas diary miliknya.
11 Oktober 2010
Sakitnya Ayah
Desa sejahtera adalah sebuah desa di kawasan Jawa Barat yang sangat aman, tenteram, dan sejahtera sesuai dengan namanya. Aku beserta keluargaku tinggal di desa itu dan beberapa saudaraku. Suatu ketika ada saudagar kaya datang kerumahku. Dia berniat membeli ladangku untuk di buat pertokoan, tapi orang tuaku menolak. Berselang dua hari setelah kepergiannya, ayahku merasa sakit semua badannya. “Aduh… aduh… duh…”, ayahku mengaduh kesakitan. Seluruh keluargaku pun kebingungan.
Ayahku langsung di bawa ke rumah sakit dan ternyata harus di rawat inap. “Bu…, menurut hasil laboratorium bapak Handoko tidak mengidap sakit apa pun.” Dokter berkata sembari menunjukkan kertas hasil diagnose dari Lab. Sudah seminggu setelah kepulangan dari rumah sakit keadaan ayahku tak kunjung membaik.
Sudah berkali-kali ayahku di bawa ke dokter yang berbeda, bahkan ke dokter spesialis namun tetap gak ada hasilnya. “Duh pak…, gimana keadaan njenengan kok enggak ada perubahan.” Ibuku berkata sambil menangis tersedu.
Ketika Ibu dan seluruh keluargaku sudah berputus asa, datanglah embah buyutku dari Jawa Timur menjenguk. “Kapan embah datang? Sama siapa, mbah?”, tanyaku sambil menyambut dan mencium tangannya. “Wes tadi, nduk… Embah sendirian wae.” Jawab embahku dengan lembut.
Setelah berbincang dengan seluruh anggota keluarga di rumah tentang bagaimana keadaan ayah, akhirnya embahku menyarankan untuk membawa ayahku berobat ke Jawa Timur, tepatnya di Banyuwangi. Kata embahku ada seorang tabib, tapi kurasa orang itu dukun. Awalnya keluargaku kurang sepakat namun lama kelamaan karena factor paksaan dari embahku juga akhirnya seluruh anggota keluarga menyepakatinya.
“Saksakeng-bakcepang-lalala-kataramangso”, aku dan keluargaku kaget bukan kepalang sebelum masuk dan masih di depan pintu rumah tabib itu langsung dapat suguhan tengkorak manusia dan mendengar suara-suara mantra.
Kemudian kami di panggil, setelah beberapa menit ayahku di periksa di ruang praktek sang tabib dengan mantra-mantranya dan lanjut dengan siraman air kembang warna-warni, tabib itu pun berkata kalau ayahku diguna-guna orang. Tabib bilang yang menggunai-gunai adalah seseorang yang kaya yang berniat mau membeli lahan milik keluarga kami. Tabib tersebut memberi air minum kepada ayahku yang harus di minum saat itu juga dan sebotol air putih yang sudah di jampi-jampi.
Tak lama berselang, setelah 2 hari dari berobat dan meminum habis air dari tabib Banyuwangi itu, keadaan ayahku mulai membaik. “Yang lalu biarlah berlalu… Biarlah orang lain berbuat apa saja terhadap kita dan kita pun tak boleh membalas apa yang mereka perbuat pada kita dengan hal serupa. Jika kita membalas perbuatan mereka, apa bedanya kita dengan mereka? Perlu di ingat bahwasannya musibah dan berkah itu datangnya hanya dari Yang Maha Kuasa dan kita wajib mensyukuri apapun bentuknya itu.” Pesan ayahku tuk seluruh anggota keluarga.
Kami pun tak ingin mengingat-ingat kejadian itu lagi dan mencoba bersikap baik pada semua orang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar