UNTUK SEBUAH NAMA
Engkau kelihatan megah
Kala engkau sedang melangkah
Ombak manapun tak akan goyah
Walaupun rintangan manghadang
Allah SWT akan melindungimu
Hanya rahasia alamlah yang tau
Yang manaka jalan yang terbaik
Untuk itulah aku melangkah
Dimana engkau berpijak
Inilah jalan yang terbaik untuk ku pula
SELAMAT ULANG TAHUN
Dipersimpangan jalan
Aku terpaku bisu dalam keheningan
Kabut putih terus merambat
Menyapu wajah yang kian dingin
Dikejauhan . . . . . . . . .
Meski samara namun jelas
Kerlipan sinar lillin
Menerangi wajah ceriamu
Di batin ini . . . . . . . . .
Ada kidung tulus
Terpahat erat dalam ragaku
Semoga kebahagiaan
‘kan menyelimuti hari indahmu
Semoga panjang umur
Selamat dan sukses
Untukmu selalu
PERJUANGAN MENGGAPAI CITA – CITA
Di suatu malam yang dingin, angin berhembus sepoi – sepoi seakan ingin menyapu rasa gundah yang menyelimuti hati. Suara jangkrik yang mengumandang ikut meramaikan sepinya malam menemani Ruminah kecil yang tertidur di teras depan rumahnya serambi menunggu bapaknya yang sedang melaut mencari ikan.
Tiba – tiba terdengar suara ramai ibu – ibu yang tengah gembira menyambut kedatangan suami mereka. Ruminah pun terbangun dari tidurnya.
“Ibu…ibu…perahu pencari ikan sudah mulai ada yang datang…”
Dengan hati gembira, Ruminah berlari mendekati ibunya dan mengajaknya ke pinggir pantai. Siapa tahu bapak yang ia nanti – nanti telah datang juga. Namun, betapa kecewa hatinya setelah ia sampai di sana. Bapaknya belum juga datang. Bendera di perahunya pun tak nampak juga. Padahal semua perahu yang berangkat dalam waktu yang bersamaan telah sampai semua dengan membawa hasil tangkapan mereka.
Ruminah dan ibunya pun kembali ke rumah dengan hati sedih dan penuh kekhawatiran. Namun Ruminah tetap sabar menunggu. Sambil menunggu bapaknya, Ruminah mengumpulkan daun – daun kelapa yang telah jatuh di pinggir pantai. Ia membuatnya menjadi sapu lidi untuk dijual dan sisanya yang tidak terpakai untuk dijadikan kayu bakar. Betapa senang hati Ruminah, ketika melihat bendera perahu bapaknya. Itu berarti bapaknya telah datang. Tapi kesenangan itu tiba – tiba berubah menjadi kesedian. Ternyata ikan – ikan hasil tangkapan bapaknya telah dijual kepada tengkulak dengan harga sangat murah dan apabila bapaknya menolak menjual semua ikan – ikannya itu, para tengkulak itu mengancam akan merusak perahu bapak Ruminah sehingga ia tidak bisa lagi melaut mencari ikan. Sehingga dengan terpaksa bapak Ruminah menjualnya dan itu harus dilakukan setiap kali ia selesai melaut karena telah terikat kontrak.
“Rum, maafkan bapak karena tidak bisa membawa uang sebanyak kemarin. Tadi, tidak tau kenapa bapak disuruh cap jempol di selembar kertas dan tengkulak itu bilang bapak harus kirim ikan ke dia setiap hari. Kamu kan tau sendiri Rum, bapak tidak bisa baca tulis.” kata bapak Ruminah.
Sejak saat itu, Ruminah bertekad untuk menjadi orang yang pintar dan sekolah setinggi – tingginya sehingga ia bisa memerangi kebodohan dan ketakutan kepada tengkulak yang selama ini terjadi di desanya. Tapi apalah daya, keterbatasan dana dan letak tempat tinggal Ruminah yang berada di desa terpencil membuatnya seakan tak bisa menggapai semua itu. Fasilitas sekolah di desa Ruminah pun tak ada. Hanya ada sebuah perpustakaan kecil gratis yang letaknya di dekat pasar ikan yang biasa di kunjungi Ruminah ketika ia selesai menjual sapu lidinya di pasar. Ia belajar membaca dan menulis dari buku panduan membaca dan menulis tanpa ada seorang guru yang mengajarinya.
Di suatu pagi, setelah matahari menampakkan sinarnya, Ruminah kecil pergi ke sungai untuk membantu ibunya mencuci baju. Ketika ia sampai di rumah, ternyata terjadi sebuah keributan antara ibu Ruminah yang sudah tua dengan kakak Ruminah. Kakak Ruminah ingin pergi ke kota untuk bekerja seperti anak – anak perempuan yang lain di desa itu.
“Sudahlah, ibu jangan menangis lagi. Biarkan aku pergi, ibu. Ini semua demi kalian. Aku ingin merubah kehidupan kita bu... Aku sudah ndak tahan. Bapak slalu pulang tanpa uang.” kata kakak Ruminah dengan menenteng sebuah tas besar.
“Jangan, nak. Jangan tinggalkan ibu. Adikmu masih kecil. Bapak juga sudah jarang pulang ke rumah. Jangan pergi, nak.” jawab ibu sambil menangis.
“Iya kak. Jangan pergi. Kasihan ibu, kak ... Jangan tinggalkan Rum dan ibu.” tangis Ruminah.
Nampaknya semua itu tak menggoyahkan hati kakak Ruminah. Ia tetap melangkahkan kakinya menuju kota tanpa menoleh lagi kebelakang.
Kini Ruminah hanya tinggal berdua dengan ibunya. Bapaknya sudah jarang pulang. Kalau pun ia pulang, ia tidak pernah membawa uang. Ruminah semakin sedih melihat ibunya yang sudah tua harus menanggung derita seperti ini. Ia sangat tidak tega melihat kondisi ibunya yang sudah mulai sakit – sakitan memikirkan suami dan anak sulungnya. Ruminah harus bekerja keras untuk ibunya. Ibu yang sangat disayanginya.
Tak terasa delapan belas tahun telah berlalu. Kini Ruminah telah tumbuh dewasa. Ia bisa menghidupi ibunya dengan hasil jualan sapu lidi. Kakaknya selama ini tidak ada kabar. Bapaknya juga tidak pernah pulang. Ruminah mencari kemana – mana namun tak ada seorang pun yang tahu keberadaannya. Pupus sudah hati Ruminah. Ruminah hanya bisa berdoa untuk bapak dan kakak Rum yang ia tidak tahu bagaimana keadaannya sekarang. Tapi semua kesedihan itu tertutupi dengan kegiatan baru Ruminah. Sekarang ia mempunyai kegiatan mengajari bapak – bapak, ibu – ibu, terutama anak – anak kecil membaca dan menulis di perpustakaan kampungnya. Semua itu ia lakukan demi mewujudkan cita – cita nya. Walaupun tanpa upah, ia rela melakukannya. Dengan ikhlas dan senang hati, ia membimbing warga desanya yang juga ingin maju.
Di pagi hari yang sunyi, matahari belum menampakkan sinarnya, ayam jago pun belum mengepakkan sayapnya. Seperti biasa Ruminah sedang membuat sapu lidi di teras rumahnya. Tiba – tiba dari kejauhan ia melihat seorang perempuan dengan memakai kaca mata cokelat, bercelana jean dan berkaos ketat, berambut pirang panjang, dan menenteng tas besar. Semakin lama Rum memandang, perempuan itu juga semakin mendekati Ruminah.
“Rum, aku pulang.” kata perempuan itu lirih.
Betapa kaget hati Ruminah. Ternyata perempuan itu adalah kakaknya yang selama ini ia tunggu – tunggu.
“Kakak . . . ! Apa benar kau kakak ku? Apa yang terjadi dengan mu, kak sehingga penampilanmu seperti itu?”
“Surti . . . apa benar kamu Surti? Kau kembali, nak? Kata ibu Ruminah sambil menangis.
Ketika mereka sedang asyik bercengkerama dengan rasa penuh haru, tiba – tiba muncul bapak Ruminah dari sebelah rumah dengan baju kumal dan lusuh, tubuhnya kotor dan badannya kurus kering. Hai Ruminah dan ibunya bertambah sedih melihat keadaan bapaknya. Tapi mereka gembira karena setelah sekian tahun lamanya mereka terpisah, kini mereka kembali berkumpul kembali. Ruminah lebih bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Ia berterima kasih atas Rahmat-Nya. Ia semakin bersemangat untuk mewujudkan impiannya. Ia ingin membuat desanya lebih maju, penduduknya bisa membaca dan menulis sehingga tidak mudah ditipu oleh para tengkulak lagi.
Suatu hari, ketika Ruminah sedang mengajar membaca dan menulis di perpustakaan, datang seorang laki – laki muda dan tampan. Laki – laki itu bernama Ramdan yang berasal dari kota. Ia seorang pegawai negeri yang bekerja di kantor desa Sembiring. Desa tempat Ruminah tinggal. Dia anak seorang guru. Ternyata sudah sejak lama ia tertarik dengan Ruminah. Selain Ruminah berwajah cantik, ia memiliki hati yang mulia dan cita – cita yang luhur. Walaupun Ruminah tidak pernah mengenyam pendidikan, namun Ruminah seorang wanita yang pintar karena ia rajin membaca buku. Ia memiliki pengetahuan yang luas dan yang pasti berpola hidup sederhana. Akhirnya Ruminah pun menikah dengan Ramdan dan hidup bahagia. Ruminah dan Ramdan juga menyumbangkan banyak buku di perpustakaan Desa Sembiring. Ibu, bapak dan kakak Ruminah turut bahagia menyaksikan Ruminah telah bersanding dengan orang yang selama ini di idamkan Ruminah. Kakak Ruminah pun juga telah sadar dan ia ingin membahagiakan ke dua orang tuanya seperti yang telah dilakukan oleh Ruminah.
SYUKUR DAN DO’A ATAS NIKMAT-NYA
Namanya Yaqut Fatih Muhadzib.
Dia lahir pada tanggal 29 Maret 2008 di sebuah rumah sakit daerah……berarti sekarang sudah hamper 3 tahun, yaa……tepatnya berusia 2 tahun lebih 7 bulan.
Ndak terasa putaran waktu begitu cepat. Rasanya baru kemarin dia hadir ke dunia dengan tangisannya yang melengking tinggi dengan diiringi oleh selaksa do’a dari bundanya agar kelak dia selalu dilindungi oleh-Nya dan agar kelak dia bisa menjadi permata kebanggaan sang bunda.
Rasanya baru kemarin dia mengeluarkan kata – kata pertamanya. Sekarang dia malah sudah bisa di ajak bicara bahkan juga sudah bisa mentaushiahi bundanya dengan celoteh – celotehannya.
Rasanya baru kemarin dia jatuh saat mencoba langkah pertamanya. Sekarang dia sudah bisa berlari kesana kemari tanpa pernah terlihat lelah.
Dia selalu aktif dan tidak pernah diam. Ada saja selalu yang dikerjakannya. Kadang berpikir mungkin dia terdiam hanya saat tidur saja. Ooo tidak…, saat tidur pun dia tidak diam. Dia akan menjelajahi setiap sudut tempat tidurnya. Kadang dalam tidurnya dia tersenyum dan tertawa...Subhanallah...Aku begitu sangat mengenalnya karena dia terlahir dari rahimku. Dalam setiap hembusan nafasnya ada darahku. Ya, dialah putera kecilku. Salah satu Anugerah Terindah Dalam Hidupku...
Aku kadang memanggilnya sayang... atau cinta... atau nak... atau kadang dek...atau cukup Fatih saja...dan dia memanggilku Bunda atau Nda' saja.
Bagiku dia sangat tampan, cerdas, dan dalam setiap do’aku, aku selalu berharap supaya dia jadi anak yang sholeh.
Cinta, maafkan bundamu yaa...yang belum bisa bersabar selalu dalam menghadapi semua kecerdasanmu...
Sayang, maafkan bundamu yaa...yang belum bisa memberikan yg terbaik bagi dirimu…
Dek, maafkan Nda' yaa...yang selalu meninggalkanmu dalam banyak momentum karena Nda' mesti pergi untuk kuliah...
Nak, maafkan Nda' yaa...atas semua kekurangan bunda, dan jangan lupa doakan agar bunda bisa jadi bunda yg terbaik untukmu, selalu…… dan untuk selamanya.
Yaa Rabb... berikan hamba kesempatan, kemampuan, kekuatan, dan keikhlasan untuk menjadi Ibu yg terbaik bagi dirinya...
Aku berjanji dan akan terus berusaha untuk menjadi ibu terbaik baginya dan membesarkannya sepenuh kasihku agar kelak dia menjadi manusia yg baik dan benar di mata manusia dan dimata Rabb nya.
Sepenuh cinta dari bunda untuk yang tercinta Fatih.
THEY SAY I’M FAT
I don't know what my fault is. I feel that these days I have been keeping my diet pretty tight. But how come this my dear cheek is still stretchy. And a lot of people who take a look at it want to pinch it. It makes me more resentful. It is resentful... resentful... resentful... Veeeery resentful. What is my fault? Weep... Weep... did the fault come from the descendant from my beloved father and mother that makes my cheek really puffed-up. I don't think so. They are not fat either.
But if I really think about it again my fate was really unfortunate.
I remembered truly when I was still small. Approximately when I was five years old; my relatives came to my house. And all of them then were so happy to see my face. Not anything and not any why. They seemed like they got a new toy.
What toy? What else if not my cheek that passionate them. They pinched the left cheek, then pinched the right cheek. They were so very happy then. Laugh……. They did not know that the owner of this cheek felt a suffering on both the body and heart. Pain on the cheek also in the heart. Until the end I cried… Huaaaaa. Only then they stopped, changed to caressing.
"Cup cup the sweet child should not cry please."
I remembered truly when I was still small. Approximately when I was five years old; my relatives came to my house. And all of them then were so happy to see my face. Not anything and not any why. They seemed like they got a new toy.
What toy? What else if not my cheek that passionate them. They pinched the left cheek, then pinched the right cheek. They were so very happy then. Laugh……. They did not know that the owner of this cheek felt a suffering on both the body and heart. Pain on the cheek also in the heart. Until the end I cried… Huaaaaa. Only then they stopped, changed to caressing.
"Cup cup the sweet child should not cry please."
It was more serious when I was in SENIOR HIGH SCHOOL, I remember truly that I had a friend named Rudi. A child that according to my view is one of the naughtiest on the school. It is indeed generally the child was good, not smoking, obeyed the school rule and even the national ideology and national law, never skipped class even once, moderately clever and high-achieving also. Well then why how come I said that he is naughty? Yes, because of that. He liked to pinch my cheek very much. If I daydream a little I was pinched. When I was careless a little I was pinched. His pinches were consecutive and consistent. Everyday. Three times a day. After eating and before sleeping (how come it looks like taking medicine?). Yeah no matter what it was really often.
I thought when I went to university, the sympathetic experiences will end. Moreover I entered to a university that was famous enough.Ehem… ehem… I was convinced, the students were definitely very clever, well, and very devout. Ugh ugh but the reality was not as beautiful as the dream. Friends here still liked to tease that I was fat. Still were also very rascal. Fortunately there was no one that liked to pinch this cheek. Hahaha. They understand that in this matter I have given them a ban for everyone. Including close friends. They might admire me but it is not allowed to touch me. Not even pinch. Banned hard. Forbidden. And suddenly….
Bam!
"Ouch..."
"Morning, Dina," Yanti greets me with his bright smile. Without any feeling of guilty or sinful.
Ouch.. ouch... a-ouch..
"Why, did I hit you very hard?"
"No question asked. Very painful you know!"
"Sorry, sorry. It is your fault anyway. Even on a morning you were daydreaming. Who were you thinking about? The Uhuy guy?"
"Oh no!!!!, very thanks to you. No meaning of Uhuy in my dictionary.."
"How come you are putting on airs."
"Ouch..."
"Morning, Dina," Yanti greets me with his bright smile. Without any feeling of guilty or sinful.
Ouch.. ouch... a-ouch..
"Why, did I hit you very hard?"
"No question asked. Very painful you know!"
"Sorry, sorry. It is your fault anyway. Even on a morning you were daydreaming. Who were you thinking about? The Uhuy guy?"
"Oh no!!!!, very thanks to you. No meaning of Uhuy in my dictionary.."
"How come you are putting on airs."
In fact the Uhuy meant actually is Gunawan, a person that is also in the same course with them. In fact the boy is a normal boy. Very truly normal. All are normal. Normal hair, normal eyes, normal face, normal smile, the cleverness is also normal. Only one is extraordinary.... His lameness is extraordinary. Sometimes I am resentful because of him. But on one hand he can accept me the way I am. So this heart become not resentful again. I am crushed, cool and calm because of him.
In recent times the Gunawan guy is actually very close to me. I don't know why could be like that. So not-nice news are beginning to circulate in between students. Rumors and unclear gossips which I don't know where are their origin at first. Seriously. In fact it is true that I and the Gunawan guy are only normal friends. Nothing happened, or whatever it is. I swear...
The problem is that gossip power even much stronger. Therefore, that guy even get title: uhuy. For your information, uhuy is stated for a third singular person representative on a guy which is in "approaching" process. So, the uhuy statement show that he is in process of approaching me. Is it true? Who knows?
I think it’s not necessarily true. Look at his behavior. He talk and behave in the same way with all his friends (girl). Sometimes, a bit naughty. Ah, damn guy. Fortunately, he doesn’t like to pinch my cheek, otherwise our good relationship which is maintained so far will be destroyed.
However, I just don't ignore. He also does the same thing to me. Sometimes, really care, sometimes he is ignorant. I’m confused. My friends said that he likes me. In teenagers’ telenovela, it is said as fall in love.
If it is true, it’s ok for me. Coz actually I also quite put a sympathy to him. He is cheerful, kind, caring. Even though he is lame. So lame. But it’s ok. The most important thing, he doesn’t say I am fat, and he doesn’t pinch my cheek.
One day, Gunawan ask me to have lunch together. I am ok to his offer. Why not? I can also borrow his lecture note for yesterday lesson. I was sleeping in lecture theatre yesterday. So many think and stuff… Like a businessman you know. Hohohoho...
We sit, be quiet, and calm. Before we order the food, Gun starts to speak:
We sit, be quiet, and calm. Before we order the food, Gun starts to speak:
"Gin, I know your cheek is stretchy."
"Grrr, so what?"
I am angry. I think he really can understand me. But he also said I am fat. Nooo, why must there be one more person who reveal that “fact" to me?
"Many people said that stretchy cheek is not so good."
"Yeah, I am ugly," I said frownly. Sensitive.
"But…" Gun says again.
"But what?’ I say angrily. Resentful… resentful.
"Ups, are you angry? Gun asked melancholically. Seeing his face, I melt.
"no… no problem? What’s wrong, Gun?" I ask relaxly.
"but… I… I want to say something to you Din. Important," Gun said bowing down his face. Either he is shy or scary?
"Grrr, so what?"
I am angry. I think he really can understand me. But he also said I am fat. Nooo, why must there be one more person who reveal that “fact" to me?
"Many people said that stretchy cheek is not so good."
"Yeah, I am ugly," I said frownly. Sensitive.
"But…" Gun says again.
"But what?’ I say angrily. Resentful… resentful.
"Ups, are you angry? Gun asked melancholically. Seeing his face, I melt.
"no… no problem? What’s wrong, Gun?" I ask relaxly.
"but… I… I want to say something to you Din. Important," Gun said bowing down his face. Either he is shy or scary?
Deg! My heart beats very fast. And become faster and faster. Aaargh impossible. Impossible. My blood flows quicker. What’s wrong with me? Why can Gun make me like that?
He continues his statement… still with tremble…
"I…. I…"
"What?"
"Din, could I...?"
"I…. I…"
"What?"
"Din, could I...?"
My thought flies away. I almost forget that I go here to have lunch. Is it true that his friends gossip about Gun is true? Gun so far… without any words… Arrgh… my face turn red, but I don’t want Gun knows. That the truth… Don’t
I bow down my face. I feel that he will say that word. Yes confirmed that he will say that word...
"Gin, could I borrow your money? I don’t have anything left."
I bow down my face. I feel that he will say that word. Yes confirmed that he will say that word...
"Gin, could I borrow your money? I don’t have anything left."
I’m really sorry, mom. I didn’t come to your class for more than 3 weeks because of sick for long time.
I’m so sorry because I’m late to collect my assignment.
I hope you still give me permission to come to your creative writing class.
Hopefully, I don’t want to make my parents disappointed with me. I want to finish my university lecture soon and reach my dream. I’m on leave for 3 semesters on 4th semester,7th semester and 8th semester but it is informal. So, I have done the university lecture for 4,5 years. But 1,5 years was on leave. I don’t want to leave my lecture again. If I still live, I hope I can graduate from Jember University on March 2012. Although I have some problems with my health, especially with my kidney, I wanna be an academian degree-holder and my parents can be proud of me. I’ll study hard and work hard to reach my target, Graduate on march 2012.
I hope you’ll help me and give me suggestion, mom.
I’m sorry if my English was broken.
Thank You.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar