WHEN THE WOMAN GONE
Pernahkah kau berimajinasi?
Kau berada di tempat tak dikenal, sendirian, jauh dari keluarga, tak ada tempat tinggal dan hanya ditemani oleh kepingan-kepingan salju yang turun tiada henti serta udara yang bahkan membuatmu tak sanggup untuk berdiri hanya demi mengejar sesuatu (lebih tepatnya seseorang) yang kau tidak tahu pasti kalau sesuatu (seseorang) itu berada dimana?tidak pernah kan? Tentu saja, hanya orang sinting saja yang melakukan hal gila begini. Akan tetapi, itulah yang aku alami sekarang. Berada di Surrey, ditengah cuaca yang terus menerus mengiris iris kulit wajahku seperti silet mengiris tisu basah.
Ini semua gara-gara perempuan itu. Dia datang ke dalam hidupku yang tenang bak hujan deras yang turun mendadak di musim kemarau yang panjang. Membuatmu bahagia sampai sampai sumsum tulang pun ikut tersenyum, tapi tiba-tiba, dia pergi begitu saja seperti tidak terjadi hal apapun.
Wanita itu kutukan!Wanita itu racun!
Seharusnya aku tahu hal itu lebih dari siapa pun di dunia ini.Sial! Seharusnya aku tidak pernah menghubunginya. Seharusnya aku tidak mengajaknya berbicara saat kali pertama bertemu. Malah seharusnya aku mengikuti instingku denagn mengacuhkannya tapi, dasar perempuan, mereka bias menarik perhatian laki-laki hanya denagn senyum dan lirikan.
BRENGSEK!!!
DISINI DINGIN SEKALI!!
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
Sebulan yang lalu, aku menghadiri acara ulang tahun pernikahan Jeane, kakakku. Pesta yang meriah sekali. Kerabat dan teman berkumpul dan berpesta bersama di acara itu. Makanan dan minuman mulai dari yang berat sampai ringan tersedia di atas meja. Bunga-bunga segar beraneka warna ditempatkan di setiap pojokan, bahkan setiap meja pun ada, indah sekali. Lantai dansa di tenagah aula, para pemain music di panggung, benar-benar keren. Maklumlah, suami kakak, Dave, sangat kaya.
Nah, disanalah dia berada, berdiri memegang gelas minumnya, memakai gaun pesta tanpa lengan berwarna merah, badan semampai, rambut kecoklatan yang sedikit bergelombang terurai bebas, mata biru yang menawan, dan yang lebih menakjubkan dari segalanya, senyumnya yang menghiasi bibirnya benar benar snagat indah. Dia sempurna.
Entah berapa lama waktu yang aku gunakan untuk memesonakan dirinya. Begitu aku tersadar, Jane dan Dave tersenyum melihat ke arahku. Jane melambaikan tangan, aku sudah berniat berbalik dan pura-pura tidak tahu ketika aku sadar bahwa perempuan itu juga tersenyum ke arahku.
“Satu langkah memutar dan pergi”, pikirku. Tapi astaga, bukannya menjauh kakiku malah melangakah ke arahnya. Kakiku seakan lepas control, mereka tetap mendekat walau batinku berkata sebaliknya.
Begitu sudah di dekatnya, mataku benar-benar tak bias lepas dari wajahnya, entah racun apa yang dihembuskannya dia sudah men-KO pria bodoh ini.
Jane memperkenalkan kami berdua, namanya adalah Melissa. Perkenalan ini hampir (atau mungkin sudah) membuatku terlihat payah, aku hampir tidak melepas tangannyasaat berjabat tangan andai tidak ada pertengkaran kecil di belakangku yang mengalihkan perhatiannya serta kedua kakakku yang terkekeh-kekeh.
Jane dan Dave sibuk mengurus pertengkaran itu menyuruh kami berdua berbincang berdua. Melissa mengajakku berbincang-bincang di luar (padahal aku ingin sekali pergi tapi tak kuasa menolak). Kami berbicara banyak hal tapi tak pernah ku sedikit pun menyinggung hal-hal pribadi. Kurasa jika hal itu kulakukan bukannya dia akan menyangka aku tertarik padanya, padahal aku sudah brjanji tidak akan menjalin hubungan lagi.
Entah bagaimana aku berhasil ‘menyingkirkannya’ dan tidak bertemu lagi sampai pesta usai.
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
Ada alasan kenapa aku tidak mau lagi menjalin hubungan dengan wanita manapun dan menyebut mereka adalah kutukan dan racun. Percayalah bahwa aku bukan gay, hanya saja ada hal-hal tertentu yang membuatku memutuskan hal itu. Dalam setiap hubunganku dengan perempuan pasti hal buruk selalu terjadi, padaku.
Dan itu benar.
Seperti misalnya, setahun lalu aku berpacaran dengan pemilik perusahaan besar, kami sudah bertunangan malahan dan hampir menikah, sebelum kejadian itu terjadi. Suatu hari ayahnya mengadakan pesta di sebuah restoran di hotel bintang 5. Kami berdua duduk di tempat yang terlihat jelas dari arah manapun. Saat dia meneguk minumannya, aku tidak sengaja menyenggolnya,membuatnya kaget dan mengeluarkan minuman yang baru diteguknya dari hidungnya. Saat itu juga dia memutuskanku. Yah, mau bagaimana lagi, saat itu dia ditonton oleh orang banyak. Dan sebelum dengannya, aku berpacaran dengan seorang polwan, walaupun tidak secantik model tapi dia baik dan keibuan dan juga sangat keras. Aku beberapa kali kena tonjok kepalan tangan besinya saat dia mabuk, jadi aku meninggalkannya. Dan sebelum itu juga aku pernah berhubungan dengan wanita yang hanya mempermaikan perasaanku, dan sebelum itu ada wanita yang hampir membuatku jatuh miskin, dan sebelum iitu……..kurasa tak perlu kuceritakan semua. Satu-satunya hubungan yang membuatku bahagia adalah hubunganku dengan teman masa kecilku, Ellie, tapi dia pun meninggalkanku sendirian di dunia ini.
Semua wanita adalah kutukan, membuat marah;frustasi;gila;jatuh miskin; dan stress berat. Berteman ok, lebih dari itu…………..NO!
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
“Kau terlihat kacau sekali, mau aku bantu?”, kata seorang wanita di belakangku saat aku sedang berbelanja bahan makanan.
“ah! Terima ka…”, kata-kataku tercekat di leherku begitu aku tahu siapa wanita yang mengajakku bicara. Melissa! Apa yang dilakukannya disini, kupikir dia tidak tinggal di kota ini (kata Jane).
“Kau benar-benar baru pertama kali belanja ya? Kau terlihat aneh sekali” kata Melissa. “Kuharap kau tidak menolak bantuanku, karena aku kasihan melihatmu” katanya lagi sambil terkekeh.
Aku berusaha mengumpulkan segenap tenaga.
“Sudah berapa lama kau…..tidak, apa yang kau lakukan disini??” tanyaku. Dia sangat cantik dalam gaya casualnya. Sial! Racun ini lagi, aku harus segera pergi dari sini.
“Mungkin sudah 20 menit aku melihatmu mondar-mandir kesana kemari” katanya. “Kuharap kau tidak meninggalkaku lagi seperti di pesta tempo hari karena kakakmu bakal marah jika tidak mendapat belanjaanya”
Aku tidak bisa berkata apapun. Kakakku menyuruhnya kesini membantuku, bisa-bisanya dia melakukan itu padahal dia tahu kalau aku tidak mau dekat-dekat wanita ini lagi. Apa yang ada di pikiran Jane? Aku memandangnya, aku tidak tahu harus berbuat apa. Ingin sekali aku pergi tapi di dalam hati aku ingin bersamanya.
“Jadi bagaimana?kita mau menyelesaikan belanja ini tidak?” katanya. “Dan hentikan memandangku seperti itu” Aku terbangun dari lamunanku.
“Ap…oh! Maaf, tapi…” kataku. Baiklah sudah kuputuskan. “daftar belanjaannya banyak sekali, pasti akan lama, apakah tidak apa-apa?”
“Akan lama kalau kau sendiri tapi tidak jika denganku!” kataya tegas.
Begitulah, aku dan dia belanja bahan makanan bersama. Dan sesudah itu kami makan siang dan sidikit ngobrol dengannya. Aku mengantarnya pulang ke apartmentnya. Sejak saat itulah kami mulai dekat. Kami sering makan siang bersama, juga makan malam terkadang.
Entah bagaimana perasaanku padanya tapi yang pasti kami sering sekali bertemu jika ada kesempatan. Pergi ke banyak tempat berdua saja. Bermesra-mesraan bukanlah hal yang tidak wajar bagi kami. Dia membuatku bahagia lagi yang hanya pernah kurasakan saat aku bersama Ellie.
Suatu hari dia menanyakan status hubungan kami. Melissa serius sekali saat menanyakannya. Tentu saja aku tidak bias menjawab, aku merasa bimbang dengan apa yang aku lakukan. Benar aku menyukainya. Benar aku ingin bersamanya. Tapi dalam hati kecilku, aku menolaknya. Kurasa di merasakan kebimbanganku.
Seakan- akan waktu berhenti berputar, di pergi meninggalkanku. Dia berkata tidak senang hidup tanpa kejelasan. Hubungan kami berakhir sampai disini, pikirku.
Aku sedih tentu saja.
Aku tidak memakan makananku. Terus menerus ingin marah karena sesuatu yang tidak jelas. Tidak bisa tidur. Tidak bisa menghilangkan Melissa dari pikiranku. Tapi apa dayaku? Melissa memutuskan untuk pergi, itu adalah kehendaknya, tidak mungkin aku memaksanya kembali padaku. Itu berarti sama saja aku memaksanya, dan itu bukanlah cinta. Mungkin inilah yang terbaik baginya dan bagiku.
“Kau mungkin salah membuat kesimpulan, cobalah pikirkan lagi” kata Jane suatu hari saat aku menceritakan apa yang terjadi. “apakah kau yakin dengan keputusanmu?”
“Keputusan apa? Aku tidak memutuskan apa-apa. Melissalah yang melakukannya, dan aku hanya mengikuti kehendaknya dan tidak ingin memaksanya” pikirku
“Dalam percintaan, jika kau sudah menemukan perempuan yang tepat, kejarlah dia jangan sampai dia lepas dari pandanganmu sampai kau benar benar mendapatkannya, Cinta itui bukanlah hal sepele seperti tidak suka lalu kau buang” kata Dave. “Apalagi kalu wanita pergi tanpa alasan yang jelas, itu berarti dia ingin kau kejar”tambahnya.
“Apa maksudmu”,tanyaku
“Maksudku…..”
“Maksudnya kau harus mengejar Melissa,katakan apa yang kau rasakan dan jangan pulang sebelum kau mendapat jawabannya” kata Jane memotong perkataan Dave.
“Tapi, kak…………..”
“Ini alamatnya, dan kabari aku setelah kau mendapat jawaban Melissa” kata Jane. “Tidak usah pesimis begitu, ini kan baru beberapa hari saja. Apalagi kau itu laki-laki kan?”tambahnya.
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
Nah, begitulah yang terjadi. Sekarang aku akhirnya berada di depan pintu rumah di alamat yang diberikan Jane. Aku benar-benar putus asa, mungkin saja Melissa akan langsung menendangku begitu dia melihat pria di depannya. Seharusnya aku pergi saja tadi.
Ketukan Pertama.
Tanganku gemetaran (pasti hanya karena dingin tapi aku tidak yakin). Jantungku berlarian dengan cepat. Tubuhku yang seharusnya merasa kedinginan malah tidak merasakan apa-apa.
Keeetukaaan kedua.
Getaran dan debaran bertambah. Aku sempat berpikir rumah ini sedang kosong.
Ketukan ketiga.
Pintu tidak terbuka. Tidak ada orang. Bagus! Udara dingin mulai kurasakan kembali.Baiklah, saatnya pergi.
Begitu aku berbalik, udara hangat perapian menerpa punggungku. Aku menoleh, disanalah dia, perempuan yang aku kejar sedang melongo menatapku. Entah apa yang aku pikirkan, aku langsung memeluknya erat seakan aku tak kan pernah melepasnya dari dekapanku.
“Bodoh! Kenapa lama sekali”, kata Melissa.
080110101021
27 September 2010
The Old Daisy
At the sea shore of a dirty sea,
Stand a house where I met an old lady
While young, she said, she was a queen bee
No prettiest flower around than she
The beauty that men will always want to see.
There a time when she was introduced to love
From a kind man whom treats her so soft
Since the time, the heaven sang its songs
The flowers was blooming along
Ones said that we will last very long.
Who can tell the destiny of man?
Then come a time of she met another man
The time she must to compare
Evaluate which one she’s love want to share
Kid love even can’t she aware
The choose invited her to the life of world’s hell
At the seashore of a dirty sea
Stand a house where I met an old lady
She is desperating her life; I agreed
As she is always whispering of love she ever rid.
080110101021
September 2010
THE GHOSTS OF OSWALDS
Di sebuah rumah tua, di kamar yang diterangi oleh cahaya perapian, seorang gadis kecil yang tertidur di kasurnya berkata pada seorang nenek yang sedang duduk di sofa tak jauh dari tempat tidur si gadis kecil, “Nenek Amel, berceritalah lagi”. Si nenek berkata dengan lembut, “Baiklah, tapi Chloe harus tidur setelah mendengarnya”. Chloe, si gadis kecil menjawab,”OK”.
“Cerita ini adalah cerita yang pernah nenek dengar dulu sekali saat nenek masih kecil” nenek Amel berkata.”Kisah gadis kecil dan keluarga Oswald”
xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx
Dahulu di sebuah pinggir desa, di tempat yang jauh dari rumah-rumah sekitar, berdirilah sebuah rumah tua megah. Rumah itu sangat tua, sangat kelam, sangat menakutkan, dan sangat suram tapi masih utuh. Rumah itu tidak berpenghuni. Orang-orang menyebutnya Rumah tua Oswald.
Keluarga Oswald, pemilik rumah itu, meninggal karena kecelakaan saat mereka bertamasya di gunung. Ny. Oswald yang selamat pada kecelakaan itu meninggal sambil membawa boneka beruang saat setelah dia membelinya. Karena tak ada pewaris, rumah itu dibiarkan tanpa tuan selama bertahun-tahun. Lalu orang-orang tak ada yang berani mendekati rumah itu karena mereka bilang rumah itu berhantu.
Suatu hari pada malam musim dingin, saat salju turun dengan lebatnya, menghalangi pandangan dan menutupi tanah sampai setinggi lutut ornag dewasa. Di tengahcuaca buruk itu, seorang gadis kecil berjalan terseok-seok, tampak sangat kedinginan, sangat kelaparan, dan wajahnya suram. Dia berjalan menuju rumah tua Oswald yang ornag dewasa pun tidak mau mendekatinya.
Dia berjalan mendekati pintu dan mengetuk sambil berkata, “apakah ada orang? Kumohon bukalah, aku hanya ingin berlindung dari dingin ini. Semua orang kota menolakku”
Pintu itu tidak terbuka. Tentu saja tidak karena rumah itu tidak berpenghuni.
Gadis kecil itu mengetuk lagi. Tapi pintu itu pasti tidak akan membuka tenu saja. Gadis itu ingin pergi, tapi kemana, rumah ini adalah rumah terakhir yang bisa ditemuinya. Jadi gadis itu meringkut di depan pintu dan pingsan.
Saat gadis itu tidak sadarkan dirilah, pintu tiba tiba terbuka.
“Apa yang harus kita lakukan?”, kata sebuah suara
“Kurasa dia orang yang baik mungkin bisa membantu kita” kata suara yang lain
“Sebaiknya kita bawa saja dia kedalam. Gadis ini terlihat sangat pucat dan sangat kurus. Pasti dia tidak punya siapa-siapa. Ayo bawa dia ke dalam”, kata suara yang lain lagi.
Saat salju sudah mulai reda, gadis itu terbangun. Dia sedikit linglung dan bertanya-tanya dimana dia berada sekarang. Kamar tempat tidurnya adalah kamar yang mewah walau sedikit kotor disana-sini. Dia ingat dia tertidur di depan rumah tua, lalu kenapa dia ada disini.
Dia bangun dari temapt tidurnya, keluar kamar dan melihat sekeliling. Ini adalah rumah tua yang sama. “Hallo, apakah ada orang?” katanya, tapi tidak ada jawaban. “Terima Kasih sudah menolong saya. Kumohon tunjukkanlah diri anda agar saya bisa berterima kasih”, katanya lagi.
Dia berjalan kea rah yang dulunya mungkin dapur. Disana dia mendengar ornag berbisik tapi begitu dia sampai tak ada orang sama sekali. “Hallo”,katanya. “Kumohon tunjukkanlah diri anda saya hanya inin berterima kasih” katnya lagi.
Tiba tiba, “kau pasti akan takut pada kami gadis kecil, kami bukanlah sesuatu yang biasa kau lihat selema ini” kata sebuah suara yang mirip suara seorang wanita
“Aku akan mencoba”, kata gadis kecil itu
“Baiklah. Kalian tunjukkan sosok kalian” kata suara wanita itu.
Gadis kecil itu kaget dan berteriak melihat sosok-sosok di depan mereka. Mereka bukanlah manusia tapi mirip manusia. Mereka memiliki bentuk dan berwarna abu-abu dan juga tembus pandang. Mereka ada tiga. Gadis itu berteriak, “Hantu!!!”.dan pingsan.
“Nah, tadi kan sudah ibu bilang”, kata suara yang mirip suara wanita.
Beberapa jam kemudian, gadis itu terbangun karena mendengar suara seseorang di sebelahnya.
“Apakah kau tidak apa-apa gadis kecil?”, kata suara itu. Gadis kecil itu membuka mata dan hendak berteriak tapi tidak jadi dilakukannya karena dia melihat senyum di sosok hantu itu. Dan dia merasa kalau hantu ini baik.
“Kau tidak berteriak,eh? Tak kusangka bakal secepat ini. Salju sudah reda kau sebaiknya pulang dan makan, kau pucat sekali.” Kata sebuah suara yang mirip seorang pria.
“Itu tidak baik sayang, nah gadis kecil kau bisa berdiri sendiri kan karena kami tidak bisa membantumu” kata si hantu wanita. Gadis itu berdiri dan berterima kasih.
Begitu gadis itu tidak lagi merasa takut, sosok-sosk yang lain menampakkan diri. Disamping kanannya adalah hantu wanita yang membantunya, sosoknya anggun sekali, dia pasti seornag lady yang cantik saat masih hidup. Lalu di depannya adalh sosok seorang pria terhormat dengan mata yang tajam dan janggut tebal di dagunya. Dan satu lagi adalah sosok gadis kecil seumur dengannya. Mereka memperkenalkan diri, yang wanita bernama Ny. Oswald, yang laki laki adalah, tentu saja Tn. Oswald, dan sosok gadis itu anak mereka Alicia.
Mereka berkata mereka adalah roh pemilik rumah ini yang tidak bisa pergi meniggalkan dunia ini karena ada urusan yang masih belum terpenuhi. Si Gadis kecil yang merasa kasihan pada mereka menolong mereka untuk memenuhi urusan-urusan mereka yang belum terselesaikan.
Butuh waktu beberapa bulan untuk menolong keluarga Oswald dan itu tidaklah mudah, tapi gadis itu berhasil melakukan semua itu. Akhir musim semi, ketika si gadis berhasil, Ny. Oswald memberinya sebuah surat yang disimpannya sebelum dia meninggal. Surat itu adalah surat wasiat atas kepemilikan tanah keluarga Oswald.
“Lalu setelah itu, si gadis kecil tinggal di rumah itu sampai dia memiliki banyak cucu” kata nenek Amel pada Chloe. “Gadis itu berjanji akan terus menjaga tanah warisan keluarga pertamanya baik-baik” tambah nenek Amel
“Nenek, apakah nenek tahu siapa nama gadis kecil itu?”, Tanya Chloe
Nenek Amel tidak segera menjawab pertanyaan Chloe. Dia menerawang jauh ke dalam cahaya perapian. Mengingat masa lalunya, dan melihat foto keluarga Oswald di atas perapaian. Dia tersenyum dan berbisik “Amelia” pada cucunya yang sudah terlelap.
080110101021
11 October 2010
SEPERTI APA AYAHKU?
Si : eh, bu lek…
Ayah semasa hidup itu orangnya bagaimana?
Bu Lek : Kenapa Si tiba-tiba Tanya hal itu?
Si : Si hanya ingin tahu,bu lek.
Tadi di pasar ada cekcok lalu Pak Man bilang sandainya ayah Si ada, pasti ayah bisa menyelesaikan masalah tadi.
Bu Lek : pasti begitu. Ayah Si kan orang yang hebat.
Si : Ayah Si tukang pukul ya, bu lek?
Bu Lek : Bukan. Memang dia tidak pernah kalah saat berkelahi tapi dia bukan tukang pukul. Malah ayah Si tidak suka berkelahi.
Si : …….
Bu Lek: Ayah Si itu orang yang baik, jujur, dan adil. Jadi orang-orang menghormati ayah Si.
Si :Tapi gimana kalo ayah tidak bisa mrnyelesaikan?
Bu Lek : “Jangan Pesimis, pasti ada jalan”
Itulah yang ayah Si selalu katakana jikalau bertemu masalah yang rumit.
Si : Ayah benar-benar hebat ya, bu lek?
Seandainya Si anak laki-laki, Si pasti akan menjadi seperti ayah.
Bisa menyelesaikan semua masalah, dihormati dan disukai banyak orang.
Bu Lek : Si tidak perlu menjadi anak laki-laki untuk menjadi seperti ayah. Si cukup menjadi diei sendiri, selalu bersikap baik dan jujur.
Insyallah, Si akan menjadi seperti ayah.
Si : Iya, bu lek.
Si akan berusaha!
Bu lek : Nah, Si main di luar dulu ya?
Bu lek masih akan memasak untuk makan malam
SI : Baik, bu lek.
080110101021
04 October 2010
KUTUKAN SI KUCING
Mendadak ku terbangun dari tidurku. Suara-suara itu berbisik-bisik di telingaku….LAGI! Adikku, Reina, tetap terlelap dalam buaian mimpi seperti biasanya. Hanya aku yang mendengar suara itu. Entah dari mana suara-suara itu berasal, suara mirip orang penuh ketakutan, suara penuh kesedihan, kecemasan, dan rasa marah, entah suara apa itu tapi suara-suara itu terus berbisik-bisik di dalam telingaku. Suara itu menakutkan.
“Rei, bangunlah….”, bisikku pada Reina yang kusuruh tidur seranjang denganku. “Rei,bangunlah,kumohon,mereka daang lagi”,bisikku lagi.
Reina sedikit menggeliat dan tubuhnya berbalik menghadap ke arahku. “Ada apa lagi, kak?”, erangnya, matanya masih terpejam.
“Suara itu datang lagi!” kataku padanya. “Apakah kau tidak mendengarnyaaa, Rei?” tanyaku padanya penuh cemas.
“Sudahlah kak. Hiraukan saja suara itu. Mereka nanti kan hilang sendiri. Tidurlah!” erangnya lalu tertidur sambil memunggungiku.
“Aku tidak yakin…”, pikirku. Hal ini sudah berulang terus tiap jam 12 malam selama seminggu ini. Memang akan hilang begitu pagi datang tapi suara bisikan itu semakin bertambah setiap harinya. Aku takut.
Melihat bekas luka si tangan kananku,aku teringat kejadian malam itu, malam awal semua ini terjadi. Aku ingat sekali mata hijaunya yang menyala bak lentera malam, diantara bulu bulu hitam lebatnya yang dialiri darah banyak sekali. Mata itu menatap lurus padaku denagan tatapan jahat seakan akulah yang melakukan hal itu padanya. Dia menggigit tanganku sebelum akhirnya mati bersimpuh darah saat reina dan aku tidak sengaja menabraknya. Aku yakin dialah penyebabnya. Kucing hitam itu.Apakah ini kutukan yang diberikannya?
080110101021
04 October 2010
JALAN_JALAN KE KAWAH IJEN 18 October 2010
(080110101021)
23 May 2008, Sore hari, di rumah
SMS dari Gusti tiba isinya, “Besok ke ijen yuk. Bareng anak-anak. Mancal”
Balasan, “OK. Kumpul dimana?”
SMS balasan dari Gusti, “Di rumahnya Gattadah yang di Belindungan, jam 6. Jangan Telat!”
24 May 2008, jam 06.00 WIB, Belindungan
Sesampainya disana, teman teman yang lain sudah berkumpul. Andre, Gusti, Raden, Iqbal, Gusti, Karisma, dan Gattadah. Semuanya memakai kaos oblong dan celana pendek. Hanya aku dan Gattadah saja yang memakai jaket. Bekal hnaya sebungkus nasi (aku ahnya membawa mari gabe). Kurasa semua sadar kalu perjalanan ke Ijen memakai sepeda adalah hal yang mustahil. Andre tidak ikut, alasannya ada urusan yang tidak bisa ditinggal (padahal wktu itu liburan sekolah, urusan?urusan apa?). Sepeda pun sudah siap tapi ada sedikit kendala, hampir semua sepeda sama dengan punyaku, Remnya rusak ditambah lagi ban sepeda yang akan dipakai Gatadah kempes.
24 May 2008, Jam 06.15 WIB, jalan pasar timur.
Jalan kaki sambil menuntun sepeda mencari pompa ban. Jalanan masih jarang kendaraan. Udara cukup berembun. Berhenti di rumah guru matematika, Bu Hardani, yang saat itu sedang sibuk mengurus anaknya, untuk meminjam pompa. Setelah menunggu, akhirnya dapat juga. Tapi saying, karena tiba-tiba pompanya rusak (dirusak) jadi ban tetap kempes. Tidak bilang apa-apa saat dikembalikan. Pamit untuk pergi dan dibekali aqua gelas untuk masing masing anak.
24 May 2008, sekitar jam 07.00 WIB, kampoeng arab
Matahari mulai tamapak di ufuk timur tapi kami belum juga berangkat ke ijen. Masih berjalan sambil menuntun sepeda. Menemukan bengkel di kampoeng Arab, dapat servis pompa gratis. Aku bertanya pada Gat yang kebetulan juga arab, jawabnya “buat apa uang hanya 500 perak”
Akhirnya bisa berangkat juga.
06 June 2008, setelah 15 menit menaiki sepeda, Tenggarang
Sepeda yang dipakai Gusti ada masalah dengan rantai, tidak bisa diperbaiki kecuali partnya diganti. Terpaksa laju jalan dilambatkan. Berusaha bergerak secepat mungkin karena sedang ditunggu oleh teman di Tapen.
24 May 2008, sekitar jam 08.00-09.00 WIB,Tapen
Bertemu teman, Hendra, di tempat menunggu bus. Istirahat sejenak sambil meneguk minuman dingin yang dibawa oleh Hendra sampai habis.
Beberapa menit kemudian, berangkat menuju arah Ijen. Sepeda lagi-lagi harus dituntun karena banyak asam bertaburan di jalan yang ingin dipungut ditambah lagi banyak sekali jalan menanjak yang harus dilalui, sepeda kami tidak akan bisa dinaiki sampai menemukan jalan lurus yang tak kunjung ditemui.
24 May 2008, entah jam berapa, di daerah pedesaan entah apa namanya.
Entah sudah berapa lama dan seberapa jauh kami berjalan.Pegal sekali. Kemungkinan untuk kembali ke Bondowoso semakin besar. Tapi Gusti yang sudah keburu semangat memiliki ide untuk menumpang truk ke atas, ide ini sebenarnya tidak disetujui hampir semua dari kami termasuk aku, tapi rasa setiakawan dan agar tidak mersa sia-sia, kami setuju.
Akhirnya mendapat tumpangan setelah sekian kali tidak berhasil men-stop truk yang lewat. Tentu saja tidak gratis, sepertinya Gusti harus membayar 15 ribu (yang membawa banyak uang hanya Gusti seorang).
Kami menaiki truk sampai desa penebangan kayu (entah desa apa, Belawan mungkin).
24 May 2008, sekitar jam 11.00 WIB
Bingung. Senang karena bisa sampai di tempat ini, sekaligus bingung bagaimana caranya pulang nanti. Tapi tetap pada tujuan kami, ke Ijen. Tapi sebelum itu…
Berjalan mencari tempat beristirahat dari tempat truk menurunkan kami. Sampai masjid di area tempat tinggal penduduk beberapa menit setelah berjalan. Shalat lalu makan bekal ynag sudah dibawa dari rumah.
Setelah meminta minum pada masyarkat sekitar, kembali menuntun sepeda ke atas. Selalu tanjakan di are kebun kopi. Kakiku rasanya pegal sekali, entah bagaiman denagn teman-teman yang lain. Masih jalan bertujuh.
24 May 2008, papan selamat datang
Entah sudah jam berapa sekarang, tapi akhirnya setelah berjalan kaki ber-kilo-kilo meter kami sampai disini, “SELAMAT DATANG DI KAWAH IJEN KABUPATEN BONDOWOSO”
Mulai dari sini, teman teman mulai terpisah. Yang kuat berjalan sudah jauh di depan ku. Sedangkan aku yang masih cukup kuat berjalan bersama dengan Karisma dan Gattadah menuntun sepeda dengan santai.
Melihat aliran air bercampur belerang, kali ini hanya aku dan Karisma saja.
24 May 2008, 10km dari Ijen.
Aku melihat kabut yang tebal di atas, menakutkan kalau ke Ijen sekarang dengan pakain begini. Tapi Karisma tetap saja berjalan. Aku mengirim pesan pada meraka yang di atas tapi tidak ditanggapi.
8 km dari Ijen, teman-teman yang sudah berjrak 4km di atas kami berdua berteriak “KABUT!!TURUN LAGI!” Entah mereka baru sadar atau gimana, akhirnya kami turun. Menyebalkan sekali.
Kami berdua menunggu mereka yang di atas dan turun bersama. Turun dari Ijen tidak lebih baik dari saat naik. Sebenarnya lebih asyik saat tutun karena jalan menurun tidak ada hentinya, sku mencoba menaiki sepeda tapi harus mengorbankan nyawa sandal sebelah kananku yang rusak karena digunakan untuk mengerem.
Di jalan menurun memasuki kebun kopi, kami menuntun sepeda. Terlalu berbahaya.
24 May 2008,siang hari, Masjid
Hari sudah mendekati sore hari, tampaknya tidak lagi bisa pulang. Selain jarak dari desa ini ke Bondowoso yang jauh, truk juga tidak ada yang turun pada jam ini. Kami terpakasa menginap di masjid ini setelah meminta ijin ke kapala RT daerah ini. Dan bangun pagi-pagi sekali mencari truk yang bisa ditumpangi.
Membeli roti dan mie instant untuk pengganjal perut.
24 May 2008, sekitar jam 19.00 WIB, masjid
Dingin sekali. Lantai tidak bisa dibedakan dengan es. Bingung bagaimana caranya bisa tidur.
Dua anak lelaki, anak dari desa ini, berteman baik dengan kami. Orang tua salah satu dari mereka mengantarkan kopi dan gorengan (Untunglah, Kami sudah lapar sekali). Dan juga 4 buah sarung ukuran kecil sebagai selimut untuk tidur (sayang sekali hanya 4, padahal kami bertujuh)
Mereka juga membakar kayu-kayuan mirip camping jadinya. Lebih dari itu, kami sedikit hangat sekarang.
24 May 2008, sekitar jam 21.00 WIB, Masjid
Kedua anak tadi sudah pulang, disuruh tidur kata mereka.
Nah saatnya hal yang ditunggu-tunggu, bertarung melawan dingin yang dinginnya sampai menusuk sendi-sendi tulang. 1 sarung untuk 2 orang, tapi percuma saja, dinginnya tak berkurang. Satu-satunya sumber kehangatan, yaitu Karisma yang gemuk sudah habis.
Entah sudah berapa jam aku tidur (atau beberapa menit), aku tidak lagi berani melihat hape-ku, krena dengan melihatnya saja sudah membuat aku stress. Kulihat teman-teman yang lain baik-baik saja tapi tetap saja kulihat mereka tidak bisa tidur lelap. Aku mencoba tidur lagi.
Terbangun karena cuaca menjadi lebih dingin. Aku berinisiatif menggunakan jas hujan tipe lebar yang aku bawa sebagai selimut yang akhirnya aku buang karena bukannya malah menghangatkan tapi malah mendinginkan.
Beberapa kali aku terbangun. Terakhir kali aku terbangun ketika ku mendengar suara kendaran bermotor menderu. Aku membangunkan semuanya.
Tak ada yang berinisiatif untuk shalat shubuh kecuali hanya membasuh muka saja.
Kami terus menunggu truk di depan masjid tapi tak satupun truk kosong yang lewat. Yang ada hanya colt yang tidak mungkin kami menaikinya karena ongkosnya pasti mahal.
25 May 2008, 05.30 WIB
Kami semua setuju untuk berjalan sampai pos pemeriksaan dan menunggu truk di sana.
Kami pamit ke orang yang telah memberi kami bantuan, lalu kembali menuntun sepeda.
Jarak yang harus kami tempuh untuk sampai ke pos pemeriksaan sangatlah jauh. Kakiku sudah tidak kuat lagi berjalan, serasa akan patah saja tapi entah dari mana tenaga yang aku dapat, aku masih tetap bisa berjalan.
Tak ada yang ingin menaiki sepeda. Terlalu sulit mengendalikan sepeda yang kacau dengan energy selemah ini.
25 May 2008, Pos Pemeriksaan
Aku tiba terakhir. Tampaknya mereka belum melihat satupun truk. Beberpa menit berlalu, tapi tak ada satu pun truk tanpa muatan yang turun. Gusti bertanya kep[ada penjaga pos, pak penjaga bilang dia juga tidak tahu. Mungkin saja ada tapi mungkin saja tidak ada. Aku bingung sekali harus melakukan apa, sepertinya tak ada jalan lain selain turun ke Bondowoso berjalan kaki.
Akhirnya, sekitar jam 08.00 WIB ada truk tanpa muatan. Dengan dibantu pernyataan pak penjaga, kami diperbolehkan naik, tentu saja tidak gratis lagi. Tapi untunglah tidak harus berjalan lagi.
25 May 2008, 11.00 WIB, Bondowoso.
Kami tiba juga di Bondowoso, setelah member ongkos seadanya, kami berpisah. Aku pulang. Senangnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar