Paimin “Peyek Hero”
Pada abad ke-15, hiduplah seorang pemuda miskin dan selalu saja dihina oleh tetangga di sekitarnya. Pemuda itu bernama Paimin, namun dia sering dipanggil “peyek” karena postur tubuhnya yang kurus kering. Peyek hidup bersama dengan ibunya, Bu Muslimah atau yang akrab dipanggil dengan Mbok Mos. Mbok Mos adalah seorang janda miskin yang ditinggal mati suaminya saat dia tengah mengandung Peyek.
Tepat ketika usia Peyek menginjak pada angka 25 tahun. Dia merasa ada yang berbeda dalam dirinya. Kejadian itu bermula ketika dia menyantap sejenis sayuran yang bernama “Jengkol”. Tiba-tiba dia berubah menjadi pria berotot dan dapat mengangkat barang-barang yang berat. Bahkan dia mampu mengangkat lemari pakaiannya hanya ke desa-desa lain.
Sejak saat itu seluruh warga jadi segan padanya. Tidak ada lagi yang berani menghina Peyek dan ibunya. Bahkan, tidak jarang penduduk desa meminta bantuan Peyek dan memberinya upah atas kesediaan Peyek menolong setiap penduduk. Namun, beberapa bulan kemudian ibunya meninggal karena sakit. Lalu, Peyek diangkat menjadi putra oleh seorang saudagar kaya. Setahun kemudian, saudagar itu menikahkan Peyek dengan Olly, putri dari sahabat baik sang saudagar. Dalam pernikahannya, Peyek dikaruniai dua putra. Keluarganya dapat hidup dengan bahagia. Dan dia tetap menggunakan kekuatan supernya untuk menolong penduduk desa lainnya.
Deskripsi
Jakarta adalah kota metropolitan yang daianggap kejam oleh orang-orang yang berekonomi menengah kebawah. Hal itu pula yang dialami Sutisna, seorang pria paruh baya yang mengalami keterbelakangan fisik. Dia tidak memiliki kaki yang utuh layaknya kaki yang dimiliki orang pada umumnya. Sutisna tidak mampu berjalan normal, dia hanya mampu “ngesot” untuk beraktifitas dalam menjalankan mungsinya sebagai kepala rumah tangga. Segala keterbatasan yang ia miliki tak dapat membendung semangatnya. Sutisna tidak menyerah dengan kondisinya. Dia berjuang untuk menghidupi keluarganya. Walau hanya mengandalkan upah seadanya dari keikhlasan para pengendara jalan yang telah menggunakan jasanya sebagai pengatur lalu lintas di perempatan jalan. Sesungguhnya dia bercita-cita untuk menjadi seorang perwira polisi. Namun apa daya, fisiknya tidak memungkinkannya untuk mencapai cita-cita itu. Sebagai pembayar atas kekecewaannya, pengatur lalu lintas jatuh sabagai pilihan untuk menafkahi keluarga kecilnya.
PENJUAL GARUK PUNGGUNG
Tentunya kita pernah naik kapal dong dan bertemu dengan pedagang yang aneh-aneh dengan berbagai macam dagangannya. Tentunya masih ingat juga kan waktu pertama kali dapat “hadiah” sebuah barang yang tiba-tiba dibagikan orang ke pangkuan kita ketika sedang duduk di dek kapal? Mungkin awalnya kita heran tetapi akhirnya jadi sedikit sebal karena kita gak bisa nikmatin semilirnya angin laut sambil terkantuk-kantuk, karena kita harus waspada terhadap barang yang dititipkan pedagang dengan paksa. Belum lagi kalu tanpa sengaja kita menjatuhkannya, akhirnya jadi clingak-clinguk nyari tuh barang ngglinding kemana. Yang jelas bener-bener ngrepotin banget deh! Tapi kalau aku sih daripada sebal, mending menikmati momen sang penjual ngoceh berpromosi-ria soal barang dagangannya.
Terkadang ada juga tuh yang kreatif, misalnya penjual garuk punggung yang juga bisa buat mijit. Momen itu kutemui ketika aku dalam penyebrangan menuju Pulau Bali. Sambil membagi barang dagangannya dia nyerocos, “Silahkan dipilih, warnanya macam-macam, hanya 15.000 saja. Dijamin awet sampai berpuluh-puluh tahun asalkan tidak dibakar. Kalau punggungnya gatal, tinggal digarukkan pada bagian yang gatal. Tapi ingat, garuknya harus pakai sisi yang berbentuk jari tangan. Selain itu, juga bisa buat ngilangin pegel-pegel di pundak, punggung, atau pada bagian tubuh lainnya. Caranya, sisi yang berbentuk ketapel yang ujungnya menyerupai pentol tinggal di ayunkan perlahan pada bagian tubuh yang merasa pegal-pegal. Nah, fungsi selanjutnya dapat digunakan oeh ibu-ibu untuk melepaskan kekesalan karena suami sering pulang trlambat. Penggunaannya cukup mudah, langsung saja pukulkan alat ini kepada suami. Tapi, resiko anda yang nanggung....”.
Nah, itu memang penjual garu punggung yang bisa di bilang agak sangat error. Tapi minimal mereka menguasai ‘Selling Skill’. Yang jelas kalau mau dagang jangan sampai terlalu menjatuhkan harga diri. Contohnya dengan cara melas kayak gini nih, “Om, ayo dong Om dibeli, saya sudah seminggu belum makan Om...”. Hihihi.....cara yang enggak mbois blas, capek deh!!!!!
Begitupun dengan cara-cara yang enggak etis. Misalnya ngancam-ngancam, maksa-maksa, atau berbohong tentang barangnya. Namun sebagai konsumen, kita juga tidak boleh membuat pedagang sakit hati.
Singkat cerita, ada anak kecil yang bertanya pada pedagang siput, “Bang, siputnya bisa dimakan gak?”.
“Gak bisa dong dek, ini kan keong laut!”
“Trus bisa gigit gak Bang?”
“Enggak kok dek, ini aman kok!” jawab si pedagang.
“Trus doyan makan burger gak bang?”
“Ya jelas enggak dek, adek gak perlu ngeluarin banyak uang buat kasih makan siput ini. Adek mo beli?”, tanya pedagang antusias.
Trus tuh anak menjawab,
“Aneh, kalau gak bisa gigit, gak bisa dimakan dan gak suka makanan enak kok dijual sih? Mending jual semut aja! Meski gak bisa dimakan, tapi bisa gigit dan suka makanan enak!!”.
Nah, itu baru sekelumit cerita tentang lika-liku pedagang dengan konsumennya. Intinya sebagai konsumen, kita tidak boleh mengacak-acak barang dagangan orang namun pada akhirnya tidak membelinya dengan legitimasi pembeli adalah raja. Tapa itu bukan berarti kalu pedagang adalah pembantu.
Terkadang apabila di depan pedagang kita jadi sok mencibir, “Kok mahal sih Bang? Barangnya bagus gak neh?”, dan sebagainya. Tetapi begitu nyampek rumah malah tertawa cekikikan senang karena dapat barang bagus dan murah. Sampai-sampai dipamerin pada teman-teman kos dan teman-teman kampus. Budaya yang aneh dan mungkin bagi kita hal itu merupakan “white lie”, padal sih tetep aja gak etis.
Hhhhmmmmmm....................
Ternyata kalau tidak bergati-hati, transaksi jual-beli bisa jadi tempat kita transaksi jual-beli dosa.
Nah looo.......?!?!?!?!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar